Jumat, 11 November 2011

Tugas Lapangan: Meninjau Pengungsi Merapi

::mengenang tugas pendidikan pancasila semester pertama lalu::


Merapi dengan ketinggian puncak 2.968 m diatas permukaan laut adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Gunung ini cukup berbahaya mengingat erupsi gunung berapi ini terjadi setiap dua sampai lima tahun. Gunung berapi ini berbatasan langsung dengan dua provinsi, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta beberapa kabupaten yang berada di wilayah tersebut. Dalam beberapa kabupaten itu, banyak pula terdapat pemukiman warga yang berada pada lereng gunung berapi tersebut. 

Gunung Merapi menampakkan aktivitas kegunung apiannya pada tanggal 25 Oktober (2010) lalu. Dengan adanya data dan fakta dari badan terkait, pemukiman warga yang berada dalam radius 10 kilometer diharuskan untuk dikosongkan, dan warga yang berada dalam radius tersebut diharuskan untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. 

Satu hari setelahnya, Merapi menepati aktivitasnya yaitu memuntahkan lahar kearah selatan, yaitu arah kabupaten Sleman. Banyak yang menjadi korban dalam aktivitas kegunungapian ini. Dampak berupa hujan abupun sampai ke beberapa daerah daerah disekitarnya, terutama kabupaten magelang. 

Merapi tak kunjung mereda, pada tanggal 4 November pagi hari, terjadi letusan eksplosif dengan suara bergemuruh yang terjadi bahkan pada sepanjang harinya. Letusan ini mengakibatkan adanya relokasi pengungsi secara besar besaran kearah pusat kota Jogja, atau menjauhi gunung Merapi. Pada sore hari itu, ada sebagian pengungsi yang berpindah dari desa Pakem, menuju kearah kota Jogja yang dipusatkan ke stadion Maguwoharjo. 

Seharusnya, pada sore itu saya bersama seorang teman yang tergabung dalam organisasi tanggap bencana berniat mengadakan trauma-healing bagi anak-anak yang dikemas dalam acara TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an), karena basis kami adalah organisasi keislaman. Namun acara tersebut gagal, diganti dengan hiruk pikuk warga pengungsian yang mengemasi barang-barang yang sempat dibawanya, agar ikut terbawa ke tempat pengungsian yang baru. 

Suasana yang mencekam terjadi pada sore hari itu. Anak-anak yang mudah terbawa suasana banyak yang menangis karena orangtua mereka yang panik. Anak-anak yang tidak tahu apa-apa tersebut hanya mengikuti perintah orangtuanya untuk mengumpulkan bawaan yang mereka punyai. Raut muka mereka gelisah, seakan-akan hal yang tidak mengenakkan tersebut diresapinya dengan sungguh-sungguh. Bagaimana tidak, suara Merapi yang terus-terus bergemuruh tersebut tentu membuat perasaan mereka was-was. 

Saya yang bukan pengungsi pada saat itupun merasa khawatir akan keselamatan diri saya. Saya dan seorang teman sayapun pamit untuk kembali ke kediaman kami, setelah acara yang telah kami rancang tidak dapat terlaksana sama sekali. Beberapa temanpun berusaha mencegah kami berdua, dan menyarankan kami untuk terlebih dahulu membantu pengungsi yang akan direlokasi. 

Namun tanggapan berbeda didapat dari pengungsi tersebut. Kebanyakan dari mereka tidak ingin dibantu dalam pengemasan maupun pembawaan barang dagangan. Mereka menggunakan sumber daya manusia yang berasal dari keluarganya. Anak-anaknya yang masih kecil, atau orang yang sudah cukup tua, membawa sendiri barang-barang yang mereka miliki tersebut. Kata mereka, biar tidak terpisah antara barang milik mereka dengan barang milik orang lain. Sebagian pengungsipun akhirnya menyarankan jika ingin membantu, kami diharap untuk membantu orang-orang yang sudah lanjut usia untuk naik ke dalam mobil maupun truk yang digunakan. 

Akhirnya kamipun membantu hanya sebatas yang bisa dan dapat kami bantu. Saya menyimpulkan dari peristiwa tersebut, bahwa mereka berpendapat bahwa evakuasi yang mereka lakukan terutama adalah menyelamatkan diri sendiri dan keluarga dekat terlebih dahulu. Sisi kemanusiaanpun ada, namun yang lebih dominan adalah keluarga. Karena saya tidak sempat bertanya nama nama mereka, sebagai contoh saya akan menggantinya dengan inisial. Misalnya si A yang adalah kepala keluarga, akan terlebih dahulu menyelamatkan atau mengevakuasi istri dan anaknya dahulu kedalam mobil atau truk, baru kemudian membantu pengungsi lain untuk mengikuti masuk kedalam mobil atau truk tersebut. 

Satu hal lagi yang saya tangkap, mereka lebih memilih membawa sendiri barang yang sempat mereka bawa ke pengungsian daripada mnyerahkan kepada relawan yang membantu mengangkutkan barang bawaan tersebut. Hal ini terjadi karena pengungsi merasa barang yang mereka punya tersebut adalah harta mereka yang tersisa saat itu. Sehingga mereka akan merasa lebih aman akan barang bawaan mereka tersebut apabila dibawa sendiri dan tidak dibawakan oleh relawan, yang kemungkinan dapat tertukar maupun hilang. 

Malam harinya, terjadi letusan yang lebih dahsyat lagi. Pada dini hari, terjadi letusan eksplosif yang membentuk kolom asap setinggi 6000 meter. Luncuran awan panas atau biasa disebut wedhus gembel ini mencapai 15 kilometer lagi-lagi kearah selatan yaitu arah kabupaten Sleman. Daerah bencanapun diperluas menjadi 20 kilometer. Korbanpun berjatuhan karena luncuran awan panas mengenai dusun yang sebagian besar penduduknya belum mengungsi dan tidak sempat mengungsi pada saai awan panas menerjang. 

Setelah adanya letusan tersebut, pengungsi yang berada dalam radius yang dinyatakan bahaya direlokasi ke daerah kota yang radiusnya lebih aman. Sebagian besar mengungsi ke Stadion Maguwoharjo yang telah disiapkan untuk pusat pengungsian. Saya pada malam itu berada di rumah yang tergolong aman, namun saya sempat menelepon seorang teman saya yang merupakan relawan, yang pada saat itu berada di posko gedung terpadu UII. 

Dari pembicaraan via telepon, saya dapat membayangkan betapa paniknya situasi saat itu. Warga yang mengungsi hampir semua panik, hendak menyelamatkan diri. Saat truk yang akan membawa mereka datang, mereka berebutan untuk naik ke atas truk dengan harapan lebih cepat sampai ke tempat yang lebih aman. 

Adanya hujan pasir menambah panik semua warga yang saat itu berada di posko gedung terpadu UII. Baik pengungsi itu sendiri, maupun para relawan yang ada. Teman saya yang menjadi relawan saat itu, menuturkan kepada saya bahwa dia sendiri panik. Koordinasi antar relawan pada malam itu berjalan seperti biasanya, namun dengan tugas yang lebih berat. Mereka tetap membantu kebutuhan pengungsi yang akan direlokasi ditengah suara gemuruh merapi yang tak kunjung mereda. 

Akan tetapi, teman saya tersebut tidak ikut serta untuk membantu kebutuhan para pengungsi, walaupun ia jelas-jelas relawan disana. Dia menuturkan kepada saya bahwa dia panik, takut, dan bingung hendak berbuat apa. Hujan pasir yang begitu lebatnya dan suara merapi yang tak kunjung reda menjadi salah satu faktor pemicunya. Dia menenangkan dirinya sendiri akan situasi yang tengah dihadapinya ketika saya menghubunginya via telepon. Sebagai sahabat, saya memberinya dorongan motivasi dan semangat agar tetap dapat menjalankan tugasnya walaupun pada akhirnya dia tetap tidak kuasa untuk bertindak apapun malam itu. 

Dari hal tersebut saya dapat menyimpulkan bahwa relawan juga manusia yang dapat merasakan lelah, mempunyai titik jenuh yang sama dengan para pengungsi. Sebuah hal yang manusiawi ketika teman saya tersebut pada malam itu juga merasa sedemikian takutnya. Betapa hebatnya para relawan tersebut. Rasa kemanusian mereka begitu besar, mengesampingkan rasa takut dan was-was seperti yang dirasakan teman saya, sebagian besar relawan tetap melaksanakan tugasnya membantu memenuhi kebutuhan pengungsi. 

Beberapa hari setelahnya, saya berkesempatan mengunjungi posko pengungsian UPN, tempat teman saya yang mengabdikan diri sebagai relawan tersebut. Pada saat itu, saya bertanya kepada teman saya apa yang terjadi pada teman saya pada malam terjadinya letusan dahsyat merapi beberapa waktu lalu. Diapun bercerita mengenai paniknya situasi, serta dampak hujan pasir yang melanda dan suara gemuruh merapi yang tak kunjung mereda. Dia juga menambahkan, dia menyesal pada malam hari itu tidak dapat berbuat banyak kepada para pengungsi. Namun dia bersyukur segala sesuatunya dapat membaik. 

Pengungsi yang saya temui disana kondisinya cukup memprihatinkan. Situasi gunung merapi tak kunjung mereda juga menjadi faktor penyebabnya. Kondisi kejiwaan yang labil tergambar jelas dari wajah mereka yang letih. Tidak hanya orang dewasa, anak-anakpun juga mendapat dampaknya. Merekapun tampaknya juga lelah karena berpindah-pindah tempat pengungsian. 

Banyak acara yang diadakan disana untuk mengisi waktu pengungsi secara positif. Yang paling dominan adalah trauma healing bagi anak-anak. Mahasiswa dan mahasiswi psikologi dari bermacam universitas mengisi kegiatan tersebut. Trauma healing bisa dilakukan dengan apa saja, misal dengan mengajak mereka bermain, ngobrol, bercanda, memberikan game, bernyanyi, menggambar, kegiatan fisik yang lebih dititik beratkan untuk merangsang kreatifitas mereka dan memberikan semangat dan motivasi. Acara tersebut menggugah minat anak-anak yang antusias mengikutinya. 

Saya hanya menjadi penonton disana. Karena saya datang tidak sebagai relawan dari organisasi manapaun saat itu. Maka yang saya lakukan adalah mengamati keadaan sekitar sambil membantu teman saya yang bertugas menjadi relawan disana. Karena hal itu pula lah, saya tidak mempunyai foto yang spesial untuk menggambarkan keadaan yang menarik hati saya disana. 

Bermacam-macam hal yang saya amati pada saat itu, mulai dari sekelompok ibu-ibu yang tengah membicarakan nasib mereka, hingga terlibat percakapan dengan seorang kepala keluarga pengungsi. Ibu-ibu tersebut membicarakan tentang kekhawatiran akan kediaman mereka yang berada dalam wilayah rawan bencana. Saya yang tidak terlalu fasih berbahasa jawa hanya mendengarkan teman saya yang berinteraksi dengan mereka. Banyak yang mereka keluhkan. Tentang harta benda mereka yang tertinggal, ternak mereka, surat-surat berharga mereka, namun mereka juga bersyukur karena anggota keluarganya tidak kurang suatu apapun. Satu sama lain ibu-ibu yang berbincang tersebut saling menguatkan untuk tabah menerima keadaan dengan mengucapkan kalimat berbahasa jawa yang artinya kurang lebih “kita nggak sendiri kok, masih banyak orang lain yang juga menjadi korban.” 

Nilai keagamaan juga terasa disana. Walaupun dengan tempat yang serba sederhana, mereka tetap melaksanakan sholat lima waktu di lokasi pengungsian tersebut. Mereka tidak beribadah di ruang khusus, namun mereka beribadah (dalam hal ini sholat) di auditorium atau lokasi tempat mereka mengungsi tersebut. Bisa dibayangkan ketika saya melihat lokasi tempat mereka mengungsi, terdapat pengungsi yang sedang beribadah disana, hati saya trenyuh. Mereka tidak melupakan Sang Pemilik Kehidupan. 

Lain halnya ketika teman saya berbincang dengan salah seorang kepala keluarga yang seluruh keluarganya mengungsi di tempat itu. Dengan tekanan batinnya, beliau meminta sedikit sedekah uang kepada teman saya yang relawan tersebut. Sedikit saya tuliskan perbincangan namun dalam bahasa Indonesia. “Mas, kamu kan relawan, mbok saya diberi sedikit uang untuk anak-istri saya. Memang disini kebutuhan sudah difasilitasi. Tapi saya malu ketika istri saya meminta uang kepada saya, saya tidak punya sama sekali. Saya mau bilang gimana sama istri saya.” Seperti itu kira-kira percakapannya. 

Melihat kemungkinan yang ada, teman saya menolak untuk memberikan uang, dan hanya memberi saran dan masukan secara psikologis untuk beliau menghadapi masalah tersebut. Memang tidak etis apabila relawan memberikan uang secara pribadi tanpa koordinasi posko pusat kepada salah seorang pengungsi, hal ini dapat menjadi kesenjangan social apabila nanti diketahui oleh pengungsi yang lain. 

Namun, hal ini memberi informasi kepada saya mengenai keadaan mereka sebenarnya. Betapa beratnya yang mereka hadapi ditengah ancaman Gunung Merapi yang belum terdapat titik terangnya. Lumrah, jika banyak yang mendapat trauma psikologis dalam bencana ini. Bencana yang sama sekali tidak mereka duga sebelumnya. Namun hal ini dapat menjadi pembelajaran bagi bersama. Mengenai arti bencana bagi kehidupan, arti pentingnya kebersamaan, arti kemanusiaan bagi kelangsungan hidup mereka, arti sahabat dalam memotivasi dan berbagi, arti pemerintah untuk kejelasan kondisi dan tumpuan harapan, serta arti agama untuk menguatkan diri menghadapi cobaan. 

Fungsi Uang pada Teori Motivasi

::mengenang tugas bisnis pengantar semester pertama lalu::

Teori Motivasi


1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) 

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. 

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. 

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya. 

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : 
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; 
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. 
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. 

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif. 

2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan: “ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.” 

Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. 

3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan) 

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa : makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya; kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. 

Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya. 

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu : seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu : 
  • Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya; 
  • Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri; 
  • Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis; 
  • Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai 

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain. 


6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan. 


7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. 

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. 

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya. 


8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut. 

Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku. 

Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan. 

Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari. 

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula. 


9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu. 

Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan. 

Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya. 



Fungsi Uang pada Teori Motivasi


1. Teori Kebutuhan Abraham Maslow 

Korelasi antara uang dengan teori ini menurut kami adalah uang merupakan alat utama/sebagai sarana untuk ditukar dengan alat pemuas kebutuhan, kecuali dalam kebutuhan akan cinta dan harga diri. Seperti contoh, dalam pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan, kita mengorbankan uang sebagai alat tukar untuk mendapatkannya. Tetapi terkecuali dalam pemenuhan kebutuhan cinta dan harga diri, uang bukanlah alat utama/sarana untuk pemenuhannya, tetapi sebagai pendukung dari manifestasi yang ada di pikiran kita. Terkait karena kebutuhan cinta dan harga diri adalah kebutuhan rohani kita. 


2. Teori Kebutuhan Berprestasi McClelland 

Menurut kami, uang, peranannya di dalam teori ini adalah sebagai pemacu untuk dapat menghasilkan sesuatu lebih dari yang telah ada saat ini. Sehingga dapat diartikan bahwa dengan uang, individu dapat dipacu secara kompetitif untuk menuju ke fase yang lebih baik lagi. 


3. Teori “ERG” Clyton Alderfer 

Eksistensi sebagai kebutuhan, berkaitan dengan pemuasan kebutuhan materi, sebagian bisa berupa uang, yang diperlukan dalam mempertahankan eksistensi seseorang. Hubungan berkaitan dengan pentingnya pemeliharaan hubungan interpersonal. Sedangkan pertumbuhan merupakan kebutuhan untuk perkembangan secara intelektual. Pemuasan tiga kelompok kebutuhan ini secara stimultan akan merupakan pendorong yang kuat bagi individu untuk terus memacu kinerjanya menjadi maksimal 


4. Teori Dua Faktor Herzberg 

Teori ini mencakup dua faktor motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. 

Fungsi uang disini adalah termasuk dalam faktor hygiene, atau faktor yang sifatnya ekstrinsik. Sistem imbalan yang diberikan, atau besarnya imbalan yang sesuai dengan hasil pekerjaan, merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang yang mampu mempengaruhi kehidupan seseorang untuk bekerja lebih giat lagi. 


5. Teori Keadilan 

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi. Kemungkinan pertama seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau kemungkinan kedua mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. 


6. Teori Penetapan Tujuan Edwin Locke 

Teori ini mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasi yakni tujuan-tujuan mengarahkan perhatian, tujuan-tujuan mengatur upaya, tujuan-tujuan meningkatkan persistensi, dan tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Uang disini dibutuhkan untuk menunjang agar pencapaian tujuan-tujuan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Dengan penggunaan uang sebagai alat motivasi disini, membuat individu bersemangat dan termotivasi untuk menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan secara baik, efisien, dan maksimal. 


7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan) 

Fungsi uang pada teori ini adalah akan memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya dengan adanya kepastian tambahan imbalan yang diberikan. Imbalan berupa uang akan lebih meyakinkan karyawan bahwa harapan untuk mendapatkannya terbuka cukup besar. Dan ketika seorang karyawan menyadari hal tersebut maka ia akan termotivasi untuk berupaya mendapatkannya. 


8. Teori Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku 

Fungsi uang pada teori ini adalah membuat manusia cenderung mengalami percepatan dalam melakukan perubahan perilaku. Karena manusia cenderung akan mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi menguntungkan bagi dirinya dan mengelakkan perilaku yang menimbulkan konsekuensi yang merugikan. 

Contoh sederhananya seorang sekretaris dapat menyelesaikan tugasnya dengan dalam waktu singkat. Lalu ia akan mendapatkan pujian dari atasannya, dimana pujian itu berujung pada kenaikan gaji yang dipercepat. Hal ini akan mendorong sekretaris untuk tidak hanya untuk bekerja lebih tekun dan teliti tapi juga akan berusaha memodifikasi perilaku dengan meningkatkan keterampilannya. Seperti menggunakan software yang lebih canggih untuk memproses data yang diharapakan akan memberikan konsekuensi positif di kemudian hari. 


9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi 

Fungsi uang pada teori ini adalah memberi nilai kepuasan lebih atas prestasi yang telah dicapai seorang karyawan. Tingkat prestasi karyawan dapat diukur dengan bonus yang diberikan, misalnya dua orang dengan jabatan yang sama akan mendapatkan bonus yang berbeda bila salah satunya selalu tepat menyelesaikan pekerjaan, sering bekerja lembur, atau beretika baik dalam berorganisasi. Dengan adanya imbalan pada prestasi yang dilakukan dalam organisasi maka karyawan akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. 

Academics Writing

::mengenang tugas bahasa inggris semester dua lalu::
(gak jamin grammar n structurenya bener)

Students, Free Time and Small Business 


As students, teenagers in Indonesia have a lot of free time beside their time to school. They do not have many tasks from school. Usually, they use their free time to hang out with their friends or spend it to gather with their family. They can also spend their money to go shop, watching movie, karaoke, or things that can make them happy. But, not all of their activities give them benefit. They have more activities that more beneficial.

As a choice, they can do other things. They can do what they like, but they also get the benefit from it. For example, they can go for sport for their healthy. “Leisure time sports are form of physical activity in leisure under a time perspective. It comprises sport after work, on weekends, in vacations, in retirement, or during periods of unemployment” (Herbert 117). They do not need to practice sport in the expensive place or in the gymnasium. They can go jogging or doing other exercises.

In the other hand, they also can make small business, the most beneficial from the financial side. They can practice it with their family or friends. “Small business is business with relatively little influence in its market” (Ebert 56). So it is easy to enter the small business market although they are still teenager. They do not need to be afraid because they have some criteria to be a small business owner.

There are many choices to make small business owner. They can resell some product and get the profit from the margin of the goods. Or they can make some product by themselves and sell it as brand new. There is not difficult. They can choose what product that they like. For example, someone who loves chocolate so much can make small home industries which produce some variety of chocolate. Or someone who loves soccer so much can sell the soccer uniform of each team to other people that loves soccer too.

Become a reseller is one of the choice of small business. It takes low effort to produce the goods to be sold. They only have to buy the product in grocery store, then repackage or make this goods to be sold attract people to buy the product. They do not need to make something new.

This activity can be alternative to have a beneficial free time. Besides they can spend their free time to positive one, they also get benefit from it. For them who choose to have small business, they will get some additional money from it. They also get the experience of having small business and who knows if from these experiences they will be a real business person.

Works Cited

Herbert, Hagg. Sports and Souls: Leisure Time Sports. New York: New York Times, 1994. Print.
Ebert, Griffin. Business Essential: Entrepreneurship and Business Ownership. New Jersey: Pearson Education, 2007. Print.

Kamis, 06 Oktober 2011

Ringkasan Materi : Equal Employment Opportunity

::mengenang tugas manajemen semester dua lalu::


A. The Civil Rights Act Of 1991.

Perundang-undangan menghindari diskriminasi terhadap anggota-anggota kelompok minoritas di amerika serikat bukan merupakan hal baru. Sebagai contoh amandemen kelima dalam konstitusi AS menetapkan bahwa tidak ada orang yang akan kehilangan hidup, kemerdekaan, atau hak milik tanpa proses hukum. Amandeme ketigabelas menyatakan perbudakan tidak sah dan telah digunakan oleh pengadilan untuk menghambat diskriminasi rasial. Amandemen keempatbelas mengilegalkan negara bagianmanapun untuk membuat atau menjalankan undang-undangapapun yang mempersingkat hak istimewa dan kekebalan warga negara amerika serikat. Dan pengadilan pada umumnya sudah memandang undang-undang ini sebagai penghambatan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau negar aasal juga ras. Undang-undang lain seperti juga keputusan-keputusan pengadilan membuat diskriminasi terhadap minoritas menjadi ilegal sejak awal sekali peralihan abad. Tetapi sebagai satu hal praktis congress dan banyak presiden merasa enggan untuk mengambil tindakan dramatik terhadap masalah kesamaan peluang kerja sampai awal 1960 an. Dalam hal ini mereka akhirnya didorong untuk bertindak pertama-tama sebagai akibat dari kegelisahan sipil dikalangan minoritas dan wanit ayang akhirnya menjadi terlindungi oleh perundang-undangan kesamaan hak yang baru dan perwakilanpewakilan diciptakan untuk mengimplementasikan dan menjalankannya. 


B. Civil Right Act 1964

Apa yang dikatakan oleh undang-undang pasal VII dari undang-undang hak sipil 1964 adalah salah satu yang pertama dari undang-undang baru ini. Pasal VII menetapkan bahwa seorang majikan tidak dapat melakukan diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, atau negeri asal individu tersebut. Membatasi, memisahkan atau 11 mengklasifikasikan karyawannya atau pelamar-pelamar untuk pekerjaan sedemikian sehingga akan memperkecil peluang individu mana saja dari peluang-peluang kerja atau sebaliknya mempengaruhi secara merugikan statusnya sebagai karyawan, karena ras, warna kulit, agama, jenis kelamin atau negara asal. 


C. Equal Pay Act 1963

Undang-undang pembayaran yang sama tahun 1963 membuat tidak sahnya diskriminasi dalam pembayaran berdasarkan pada jenis kelamin bila jabatan-jabatan itu menuntut pekerjaan yang sama, keterampilan, usaha, dan tanggung jawab yang sama dan dijalankan dalam kondisi kerja yang sama. Akan tetapi perbedaan-perbedaan dalam pembayaran itu tidak melanggar undang-undang jika perbedaan itu didasarkan pada sebuah sistem senioritas, jasa, sebuah sistem yang mengukur perolehan berdasarkan kuantitas atau kualitas produksi atau suatu pembedaan yang didasarkan pada faktor apa saja selain jenis kelamin. 


D. Age Discrimination In Employment Act 1967

Diskriminasi usia dalam undang-undang kerja tahun 1967 membuat tidak sah pendiskriminasian terhadap karyawan atau pelamar pekerjaan yang berusia antara 40 dan65 tahun. Ketika diamandemenkan oleh congress pada tahun 1978 undang-undang memperluas proteksi sampai ke usia 70 tahun untuk kebanyakan pekerja dan tanpa batas paling tinggi untuk karyawan pemerintah federal. 

Sebuah pengaturan pengadilan tinggi tahun 1973 menegaskan bahwa kebanyakan perwakilan negara bagian dan lokal ketika bertindak dalamperan sebagai majikan harus juga taat pada provisi dari undang-undang yang melindungi karyawan dari diskriminasi usia.Tindakan-tindakan berikutnya oleh congress telah menghapuskan 70 tahun sebagai batas usia tertinggi secara efektif mengakhiri kebanyakan kewajiban pengunduran diri. 

Seperlima dari tindakan-tindakan pengadilan yang disimpan oleh EEOC adalah kasus ADEA. Undang-undang ini adalah undang-undang kesayangan di kalangan karyawan dan ahli hukum karena memungkinkan pemeriksaan hakim dan menggandakan kerugian bagi mereka yang menunjukkan diskriminasi yang disengaja. 


E. Vocational Rehabilitation Act 1973

Undang-undang rehabilitasi kejuruan 1973 meuntut karyawan dengan kontrakkontrak federal untuk mendapatkan tindakan afirmatif untuk pekerjaan dari orang-orang yang cacat. Undang-undang ituntidak menuntut bahwa seorang pribadi yang memenuhi persyaratan dipekerjakan. Ynag dituntut adalah bahwa seorang majikan mengambil langkah untuk menampungseorang pekerja cacat kecuali jika dengan melakukan itu dia membawa suatu kesukaran yang tidak semestinya pada majikan. Sebuah pengadilan distrik federal baru-baru ini menegaskan bahwa kerusakan sebagai imbalan untuk kerugian keuangan masa depan, kesulitan emosional, penderitaan, ketidaknyamanan, tekanan mental, kehilangan kegembiraan hiduop dan kehilangan non keuangan lain tersedia di bawah undang-undang rehabilitasi tahun 1973. 


F. Vietnam Era Veterans’ Readjustment Assistance Act 1974.

Ketentuan dari undang-undang penyesuaian diri kaum veteran era vietnam 1974 menuntut bahwa para majikan dengan kontrak pemerintah atau lebih mengambil tindakan afirmatif untuk mempekerjakan dan memajukan veteran penyandang cacat dan veteranveteran yang memenuhi sarat dari era perang vietnam. Undang-undang itu diatur oleh OFCCP. 


G. Pregnancy Discrimination Act 1978

Congress mengesahkan undang-undang diskriminasi kehamilan tahun 1978 sebagai suatu amandemen terhadap undang-undang hak sipil 1964 Undang-undang itu memperluas definisi tentang diskriminasi jenis kelamin yang mencakup kehamilan, kelahiran bayi atau kondisi medis terkait. Undanundang tersebut juga menghambat penggunaan semua ini untuk diskriminasi dalam mempekerjakan karyawan, promosi, penskorsan atau pemutusan hubungan pekerjaan. Pada dasarnya undang-undang mengatakan bahwa jika seorang majikan menawarkan jaminan kepada karyawannya yang tak mampu, kehamilan atau kelahiran bayi harus diperlakukan seperti ketidakmampuan lainnya dan harus termasuk dalam rencana sebagai suatu kondisi yang dijamin. 13 Pengadilan tinggi AS mengatur dalam california federal savings and loan association. 

Bahwa seorang majikan tidak menawarkan cuti ketidakmampuan kepada siapapun karyawannya dia dapat memberikan cuti hamil keopada seorang wanita yang memintanya bila dia tidak mampu karena kehamilan, kelahiran bayi, atau kondisi medis terkait walaupun pria tidak mendapatkan kesejahtraan sebanding. Keputusan pengadilan Tinggi seperti Wards Cove dan Patterson memiliki efek yang membatasi perlindungan terhadap wanita dan kelompok minoritas dibawah undangundang employment yang sama, ini mendorong Congress untuk mengajukan Undangundang hak sipil yang baru pada tahun 1991. Undang-undang Hak sipil 1991 (CRA 1991) kemudian disahkan menjadi undang-undang oleh Presiden bush pada bulan november 1991. Efek dasar CRA 1991 adalah untuk membalikkan beberapa keputusan pengadilan tinggi AS. Selanjutnya efeknya tidak hanya sekadar memutar kembali jarum jam kesaat keputusan-keputusan pengadilan tinggi ini terjadi. Efeknya adalah menambah perundangundangan tambahan yang membuatnya bahkan lebih penting sehingga karyawan dan manajer serta penyelia mereka taat baik kepada semangat maupun huruf dari undangundang EEO. 



Komentar :

Equal Employment Opportunity atau peluang kerja yang sama adalah perlakuan dalam cara yang adil dan tidak melihat latar belakang terhadap individu dalam segala aspek ketenaga kerjaan seperti perekrutan, promosi, pelatihan dan lain lain. Untuk melindungi penegakan peluang kerja yang sama, diciptakanlah beberapa undang-undang ataupun perjanjian-perjanjian. Antara lain : 

a. The Civil Rights Act Of 1991
b. Civil Right Act 1964
c. Equal Pay Act 1963
d. Age Discrimination In Employment Act 1967
e. Vocational Rehabilitation Act 1973
f. Vietnam Era Veterans’ Readjustment Assistance Act 1974.
g. Pregnancy Discrimination Act 1978

Ringkasan Materi : Need Theories

::mengenang tugas manajemen semester dua lalu::


1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : 
· kebutuhan fisiologikal (physiological needs) seperti : rasa lapar, haus, istirahat 
· kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual 
· kebutuhan akan kasih sayang (love needs) 
· kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status 
· aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. 

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : 
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang. 
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. 
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. 


2. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan) 

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa : 
- Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya. 
- Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan. 
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. 


3. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene. 

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. 

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. 

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik. 


4. McClelland’s Needs for Achievement, Affiliation, and Power 

Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achievement), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi (affiliation). 

A. Need of Achievement : Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. 

n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut. 

B. Need of Power : Kebutuhan akan kekuasaan (n-POW)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. 

C. Need of Affiliation : Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-AFFIL)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. 



Komentar :

1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

· kebutuhan fisiologikal (physiological needs)
· kebutuhan rasa aman (safety needs)
· kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
· kebutuhan akan harga diri (esteem needs)
· aktualisasi diri (self actualization)


2. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

· E = Existence (kebutuhan akan eksistensi)
· R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain
· G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)


3. Teori Herzberg’s (Teori Dua Faktor)

· Faktor Motivasional
· Faktor Hygiene


4. McClelland’s Theory

· Needs for Achievement
· Needs for Affiliation
· Needs for Power

Minggu, 18 September 2011

MELONGOK HAMBATAN BISNIS SAPI PERAH

::mengenang tugas manajemen semester dua lalu::

Kebutuhan susu dunia, ternyata sebagian besar atau sekitar 95 persen disumbangkan dari susu sapi. Sedangkan daging sapi hanya menyumbangkan sekitar 50 persen dari kebutuhan dunia, karena sebagian lainnya disumbangkan oleh daging ayam dan daging kambing. Melihat prospek pasar ini, maka beternak sapi perah tentu akan lebih prospektif. Apalagi kebutuhan susu di pasar lokal belum mampu dipenuhi industri sapi perah yang ada. 

Untuk memelihara sapi perah yang berkualitas dan mampu memberikan produksi susu yang banyak bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor turut menentukan kualitas dan kapasitas produksi susu yang dihasilkannya. Baik dari sejak pemilihan bibitnya, masalah pakan ternaknya, masalah kandang dan kebersihan lingkungan, maupun pemeliharaannya. Tanpa pemeliharaan yang baik, produksi susu tentu saja sulit diharapkan akan sesuai rencana. 

Kendala Usaha - Meskipun tingkat kebutuhan susu sapi sangat tinggi, namun tidak mendorong lahirnya peternak-peternak baru yang mencoba terjun ke usaha beternak sapi perah. Sedangkan peternak sapi perah yang ada, umumnya merupakan peternak kecil dengan jumlah peliharaan kurang dari 5 ekor. Dengan jumlah ternak yang kecil, menyebabkan para peternak kurang merasa mendapatkan laba atau keuntungan yang memadai. Akibatnya, proses budidaya cenderung dilakukan secara apa adanya. 

Industri Pakan - Begitu juga menyangkut masalah pemeliharaan, tidak sedikit peternak sapi perah yang mengelolanya secara apa adanya. Untuk pakan ternaknya, umumnya sekedar diberikan bahan rumput-rumputan atau ilalang. Padahal agar sapi dapat memberikan produksi susu yang berkualitas dengan jumlah yang banyak, tentunya masalah pakan cukup menentukan. 

Untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi dalam beternak sapi perah, tampaknya pemerintah tak cukup dengan sekedar memberikan bimbingan dan pembinaan. Penguatan dan pemberdayaan peternak sapi perah perlu dibangun dengan nemberikan akses yang lebih besar bagi mereka. Baik berupa bantuan modal berbunga rendah, bimbingan dan pelatihan pembuatan pakan konsentrat yang lebih baik, maupun membangun jaringan bagi peternak dan industri kecil peternakan sapi perah.


Komentar :

Pendatang baru memiliki hambatan yang cukup besar (barriers to entry) untuk memasuki pasar. Mulai dari kendala dalam kegiatan produksi, hingga dalam proses pemasaran barangnya. Namun, pendatang baru memasuki suatu industri dengan membawa sesuatu yang baru dengan tujuan untuk memperoleh pangsa pasar. Pendatang baru dapat memasuki pasar dengan mudah jika memiliki produk yang berbeda atau memiliki ciri khas tertentu dalam produk barang atau jasa. Pendatang baru juga harus pandai membaca peluang dan memanfaatkan semua sumber daya yang ada dalam produk barang atau jasa tersebut. 

Menurut Michael Porter dalam ulasan Six Major Sources of Barriers to Entry, ada enam hal yang perlu diperhatikan bagi pendatang baru agar dapat bersaing di pasar. Ulasan tersebut dapat diaplikasikan sesuai dengan artikel diatas. Pertama adalah skala ekonomis. Skala ekonomis memperhatikan banyaknya susu sapi perah yang harus diproduksi untuk meminimalkan biaya per unit, sehingga keuntungan yang akan didapat menjadi lebih besar. Kedua adalah differensiasi produk. Adanya pembeda dari susu sapi perah yang diproduksi tersebut dapat menurunkan resiko kegagalan mendapatkan pasar. Ketiga, perlunya modal yang cukup untuk membiayai proses produksi hingga produk sampai ke tangan konsumen. Modal ini dapat diperoleh dengan mengajukan kredit usaha pada lembaga terkait. Empat, cost disadvantages independent of size. Perlunya tambahan biaya yang bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi kinerjanya agar lebih baik dibandingkan dengan kompetitor. Misalnya, pendatang baru harus berupaya untuk memperoleh bahan baku yang lebih baik, menggunakan teknologi yang lebih mutakhir untuk menciptakan nilai tambah bagi produk, melakukan pemasaran untuk memperkenalkan produk, dan sebagainya. Lima, sistem distribusi. Sistem distribusi yang efektif dan efisien diperlukan agar produk sampai ke tangan konsumen. Menyediakan ruangan atau lokasi untuk memusatkan penjualan susu sapi perah atau langsung mengantarkan susu sapi perah ke tangan konsumen menurut saya merupakan sistem distribusi yang baik. Terakhir adalah peraturan pemerintah. Pemerintah menetapkan berbagai peraturan yang berujuan untuk meregulasi kegiatan ekonomi. Untuk hal susu sapi perah ini, mendapat stempel halal badan POM dan MUI adalah implikasi dari ulasan terakhir ini agar pendatang baru dapat bersaing di pasar.

Perilaku Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)

::mengenang tugas manajemen semester dua lalu::


Di Indonesia, istilah CSR (Corporate Social Responsibility) semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. 

Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. 

Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004). Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya. 

Walau sadar akan pentingnya CSR, dalam mengimplementasikan CSR perusahaan memakai metode berbeda-beda. Implementasi bisa model Charity atau Pemberdayaan. Untuk model Charity, perusahaan hanya berpatok pada model sekedar menghabiskan anggaran dan menafikan kebutuhan masyarakat, model tersebut mendapat kritik disebabkan model tersebut hanya menjadikan candu bagi masyarakat saja, dan menjadikan masyarakat tergantung dan tidak berdaya. 


Komentar :

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility merupakan suatu keharusan yang dilakukan perusahaan kepada stakeholders dalam semua aspek yang dilakukan perusahaan. Bentuk tanggung jawab sosial ini dapat dilakukan rutin dan non-rutin, namun dari artikel diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk tanggung jawab sosial yang baik adalah yang bersifat rutin. Kegiatan rutin berbentuk partisipasi pada kegiatan masyarakat secara khusus terprogram dan dilaksanakan terus menerus. Kegiatan non-rutin dilaksanakan pada kondisi terentu yang memungkinkan perusahaan mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk berpartisipasi. 

Kepedulian kepada stakeholders dapat diartikan sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi (dalam hal ini perusahaan) di dalam sebuah lingkungan atau komunitas. Tanggung jawab sosial adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, namun sebagai kegiatan timbal balik dan di mana mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan efek dan akibat terhadap seluruh stakeholders perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Tanggung jawab sosial inipun mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam stakeholders eksternal dengan stakeholders internal. 

Bentuk tanggung jawab sosial masing-masing perusahaanpun berbeda-beda. Untuk stakeholders internal dapat berupa seperti memberikan pembayaran pesangon untuk membantu pekerja yang diberhentikan memenuhi kebutuhan sampai mereka dapat menemukan pekerjaan lain, memberikan waktu cuti untuk karyawan yang sakit, dan memberi dana pensiun bagi karyawan yang memasuki masa pensiun. Untuk stakeholders eksternal dapat berupa perekrutan karyawan yang berdomisili di lingkungan sekitar pabrik atau perusahaan, menjaga dan memperbaiki lingkungan sekitar seperti penanggulangan lingkungan dari limbah, penanaman pohon dan lain lain.

Tugas Lagi Tugas Lagi

Namanya mahasiswa nggak jauh jauh dari namanya tugas. Baru seminggu perkuliahan dimulai, udah ada aja banyak tugas. Kali ini, aku post tugas kelompok pertama di semester tiga ini. Tugas mata kuliah Antropologi Dasar. Dosen pengampunya bapak Bambang Hudayana, dosen dari fakultas depan, FIB. Tugas kali ini agak nggak biasa menurutku. Kalo biasanya aku dikasih tugas pasti ada hubungannya dengan ekonomi (secara aku kuliah di Fakultas Ekonomi), kali ini malah tentang budaya. Namanya juga kuliah Antropologi Dasar.



BUDAYA MAKAN NASI DI INDONESIA
“Tidak Makan, kalau Belum Makan Nasi”


Sejarah Nasi di Indonesia

Nasi adalah bahan makanan pokok bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia modern, dan pertanian padi menempati posisi utama dalam kebudayaan Indonesia. Tanaman padi liar sudah ada di Indonesia sejak 3000 SM. Bukti awal dari pertanian padi didapatkan dari prasasti abad ke-8 di Jawa yang menyebutkan raja menerapkan pajak dalam bentuk padi. Pembagian kerja antara laki-laki, perempuan, dan hewan ternak dalam pertanian padi di Indonesia, seperti ditemui dalam ukiran relief candi Prambanan, Jawa Tengah yang berasal dari abad ke-9. Dalam relief tersebut menceritakan bajak sawah diikatkan pada kerbau; perempuan menanam benih dan menumbuk padi, serta laki-laki mengangkut padi hasil panen dengan pikulan di pundaknya. Pada abad ke-16, bangsa Eropa yang mengunjungi kepulauan Indonesia memandang nasi sebagai makanan bergengsi yang disajikan oleh kaum aristokrat dan ningrat saat upacara dan perayaan pesta.

“Tidak makan, kalau belum makan nasi.” Hampir setiap orang di Indonesia mengatakan hal yang serupa dengan kalimat tersebut. Kita tahu bahwa nasi merupakan makanan pokok di Indonesia, sehingga wajar saja apabila konsumsi beras di Indonesia merupakan tertinggi di dunia, bahkan melebihi batas rata-rata konsumsi dunia yang membatasi 60 kg/orang/tahun. Menurut Pertanian Siswono, Penduduk Indonesia mengkonsumsi beras rata-rata 139 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan negara-negara terdekat kita, yaitu Malaysia yang hanya mengkonsumi beras 80 kg/orang/tahun, Thailand 90 kg/orang/tahun dan Jepang 60 kg/orang/tahun. Belum lagi jumlah tersebut diakumulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 200 juta jiwa lebih.



Swasembada Beras Tahun 1984

Pada tahun tersebut, Presiden RI kedua menggalakkan program “Swasembada Beras” bagi penduduk Indonesia. Soeharto, menjadikan sektor agraria sebagai sektor tumpuan terhadap perekonomian Indonesia pada saat itu. Tentu saja, hal ini memberi dampak positif terhadap peran beras atau nasi sebagai bahan pangan pokok indonesia, serta bagi masyarakat dengan mencukupkan kebutuhan pangan mereka dengan program ini.

Berbagai aturan diberlakukan untuk menunjang program “Swasembada Beras” ini. Antara lain melalui program intensifikasi massal, bimbingan massal untuk meningkatkan produksi pertanian. Para petani diberikan penyuluhan mengenai teknik penanaman hingga pemanenan dengan benar. Langkah ini bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada petani agar target swasembada dapat tercapai.

Selain itu, pemerintah memberikan bibit unggul padi kepada petani. Teknologi tanam juga diterapkan sehingga jika secara tradisional sawah-sawah biasanya hanya menghasilkan satu kali panen dalam setahun, maka setelah revolusi itu pun diterapkan, panen padi bisa berlangsung dua hingga tiga kali dalam setahun.

Sistem pengairan juga diperbaiki dengan membuat irigasi ke sawah-sawah sehingga banyak sawah yang semula hanya mengandalkan air hujan, kini bisa ditanami pada musim kemarau dengan memanfaatkan sistem pengairan.

Pemerintah juga publikasi agar tujuan swasembada beras ini dapat tercapai. Salah satunya pemerintah membuat program radio dan televisi juga sejumlah media cetak menyediakan halaman khusus untuk koran masuk desa dengan muatan materi siaran yang khas pedesaan, dengan tujuan membimbing petani.

Keberhasilan ini telah membuat Edouard Saouma, Direktur Jenderal FAO pada waktu itu, mengundang Presiden Soeharto untuk bicara pada forum dunia pada tanggal 14 November 1985. Organisasi pangan dan pertanian PBB itu, meminta Soeharto untuk berbicara tentang pengalaman Indonesia dalam upaya menaikan tingkat produktivitas dengan mencapai tingkat berswasembada pangan tersebut. Soeharto menyatakan, bahwa negara-ngara maju mempunyai tanggungjawab dan kemampuan untuk memberi kesempatan kepada negara-ngara yang sedang membangun untuk ikut maju dan sejahtera dalam menggalakkan pembangunan ekonomi dunia yang lebih adil dan merata.



Budidaya Tanaman Padi Dilihat dari Aspek Geografis

Budidaya tanaman padi sangat cocok di Indonesia, hal ini dikarenakan kondisi geografis yang mendukung tanaman ini. Tanaman padi cocok tumbuh di daerah yang mengandung banyak air, lembab, dan suhu udara yang hangat. Air merupakan komponen/media pendukung yang penting bagi pertumbuhan tanaman padi karena tanaman padi cocok ditanam di tempat yang basah/lembab. Di Indonesia terdapat musim penghujan yang membawa debit air, sehingga tanaman padi cocok ditanam di saat musim penghujan.

Dari segi iklim, Indonesia termasuk ke dalam iklim tropis yang membuat suhu udara tinggi. Akan tetapi Indonesia memiliki tingkat kelembaban tinggi yang menyebabkan suhu udaranya menjadi hangat. Suhu udara hangat merupakan suhu udara yang cocok untuk budidaya tanaman padi. Selain itu kondisi tanah di Indonesia termasuk ke dalam kategori subur karena di Indonesia terdapat banyak gunung berapi yang masih aktif. Gunung berapi tersebut di setiap erupsinya mengeluarkan lahar, abu, dsb yang dapat menyuburkan tanah.



Perbandingan Nasi dengan Makanan Pokok Lainnya

Indonesia adalah negara yang kaya akan etnik, budaya, ras, dan agama. Maka itu, tak mengherankan bila banyak sekali perbedaan antara suatu daerah dan daerah lainnya.Begitu pula dengan makanan yang dikonsumsi, setiap provinsi atau sebuah pulau biasanya memiliki makanan pokok tersendiri.

Selain nasi, makanan pokok Indonesia yang lain adalah sagu dan jagung yang biasanya dapat ditemui di wilayah bagian timur Indonesia, seperti Irian Jaya yang dominan dengan sagunya dan Sulawesi yang dominan dengan makanan menggunakan jagung. Berikut keterangan kandungan gizi tiga makanan pokok masyarakat Indonesia:

1. Nasi
Nasi adalah beras yang telah direbus dan ditanak. Selain dikonsumsi masyarakat Indonesia, nasi juga dimakan sebagian besar penduduk Asia sebagai sumber karbohidrat utama dalam menu sehari-hari. Nasi sebagai makanan pokok biasanya dihidangkan bersama lauk sebagai pelengkap rasa dan juga melengkapi kebutuhan gizi seseorang. Nasi dapat diolah lagi bersama bahan makanan lain menjadi masakan baru, seperti pada nasi goreng, nasi kuning atau nasi kebuli. Nasi bisa dikatakan makanan pokok bagi masyarakat di Asia, khususnya Asia Tenggara.

2. Sagu
Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung, singkong, kentang, dan tepung terigu. Sagu dapat dijadikan pangan potensial sumber karbohidrat karena kandungannya cukup tinggi, yaitu 84,7 gram per 100 gram bahan. Namun, sayangnya, sagu termasuk bahan pangan yang sangat miskin akan protein. Kandungan protein tepung sagu hanya 0,7 g/100 g, jauh lebih rendah daripada tepung beras, jagung, dan terigu. Jika ditinjau dari kadar vitamin dan mineral pun, sagu memiliki kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya.
Karena potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, sagu harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain yang lebih baik kadar gizinya. Konsep diversifikasi konsumsi pangan seperti itulah yang telah dipraktikkan oleh masyarakat tradisional Maluku dan Papua. Mereka mengombinasikan sagu dengan ikan (sebagai sumber protein) dan berbagai sayuran (sebagai sumber vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan).

3. Jagung
Walaupun di masa lalu sebagian masyarakat kita menggunakan jagung sebagai bahan pangan pokok, kini lebih banyak digolongkan sebagai sayur, camilan, dan diolah menjadi lauk. Bila dilihat lebih saksama, nilai gizi jagung tidak kalah dari nasi. Dalam 100 gram beras terkandung energi sebesar 360 kalori atau setara dengan energi pada jagung. Kandungan karbohidrat jagung sebagian besar juga terdiri atas pati sehingga dapat mengenyangkan.

Selain ketiga makanan pokok itu, sebenarnya ada beberapa makanan lain yang dinilai berpotensi menjadi pilihan sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia yakni kentang, papeda, umbi garut, talas, singkong, beras meras, soun dan bihum, roti gandum, serta mi.






“Tidak Makan, kalau Belum Makan Nasi” 


Vera Pipin Wulandari – “Karena faktor kebiasaan. Dari kecil orangtua kita selalu kasih kita nasi buat makan. Jadi lama-lama biasa. Kalo belum makan nasi, kayak belum makan. Coba dulu orangtua kita kasih makan singkong buat kita, pasti sekarang kalo belum makan singkong, kayak belum makan.”


Ardiyani Sawitri Dewi – “Kalo makan nasi itu ngenyangin (mengenyangkan), beda kayak kalo cuma makan bakso, mie atau roti. Jadi rasanya belum makan kalo belum makan nasi.”


Astik Widya Arista – “Nasi itu energinya lebih banyak dibanding roti ato yang lainnya. Makan nasi jadi bikin nggak cepet laper. Apalagi waktu kuliah, kan kita butuh energi banyak. Kalo enggak makan nasi nanti dikelas perutnya krucuk-krucuk.”


Chubna Nurul Fuadiyah – “Kebiasaan sih. Kalo aku sendiri enggak terlalu ya, kalo udah makan ya udah. Tapi ini minoritas. Mayoritasnya sih orang kalo belum makan nasi belum kenyang.”

Senin, 05 September 2011

Ngerjain Tugasnya Orang Lain

Alhamdulillah si mas sekarang udah mulai kuliah lagi. Sekarang dia lanjut kuliah di Universitas Pancasila Jakarta, program Kelas Karyawan jadi kuliahnya cuma Sabtu dan Minggu. Sebenernya aku kagum sama mas, weekdays dia kerja (BWKI), weekend dia kuliah. Dia ambil 19 sks semester ini dan aku gak habis pikir gimana caranya 19 sks dalam dua hari? Alhasil ikutlah aku. Kalo dia ada tugas, ada sebagian yang aku kerjakan. Baru satu tugas sih yang didelegasikan ke aku, alhamdulillah selesai tepat waktu dan aku nggak terlalu merasa terepotkan. Kadang jengkel juga sih, aku repot repot ngerjain tugasnya, eeh waktu dia aku ceritain kalo aku lagi ngerjain tugasnya, dia diem aja. Capek mungkin, atau sibuk juga bisa. Tapi ya gimana lagi. Take it easy :)





PERANAN PRODUK KARTU KREDIT SYARIAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBAYARAN BARANG DAN JASA


Pendahuluan

Kartu kredit pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Pada mulanya orang menyebut sebagai uang plastik. Belakangan uang plastik atau kartu kredit ini menarik perhatian perhatian masyarakat di seluruh dunia. Kartu kredit khususnya akan sangat bermanfaat pada saat-saat darurat ketika kita tidak memiliki uang tunai. Misalnya, saat harus membayar rumah sakit. Kartu kredit memberi tenggang sampai satu bulan untuk pelunasannya. Sehingga bila kita tidak memiliki dana tunai, kita masih dapat membayar biaya rumah sakit dan tagihan kartu kredit dibayar setelah mendapat gaji atau bila terpaksa kita dapat mencicilnya selama beberapa waktu.

Kartu kredit yaitu kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. Kalau diterjemahkan kata ‘kredit giro’ ini secara langsung artinya adalah kartu pinjaman. Atau kartu yang memberikan kesempatan kepada pembawanya untuk mendapatkan pinjaman

Kartu kredit dewasa ini sering digunakan menjadi alternatif pembayaran barang dan jasa. Selain sebagai alternatif pembayaran pada saat-saat darurat ketika kita tidak memiliki uang tunai, kartu kredit mulai diaplikasikan sebagai lifestyle. Seringnya terdapat promosi melalui penggunaan kartu kredit juga menambah alasan mengapa kartu kredit marak digunakan. Sebagai contoh untuk pembelian ponsel merek tertentu dengan produk kartu kredit tertentu akan mendapatkan cashback atau merchandise tertentu

Baru-baru ini dikeluarkan produk kartu kredit syariah oleh bank-bank yang berlandaskan syariah. Produk kartu kredit ini mempunyai fungsi yang sama dengan produk bank konvensional. Namun, dasar dan landasan yang digunakan berbeda karena menggunakan prinsip syariah. Seperti yang telah diketahui, prinsip syariah tidak menggunakan bunga karena riba sebagaimana prinsip kartu kredit konvensional. Lalu dasar dan landasan apakah yang digunakan? Makalah ini akan membahas mengenai dasar dan landasan dari kartu kredit syariah dan perbandingannya dengan kartu kredit konvensional. Selain itu, makalah ini akan membahas pula seberapa banyak masyarakat yang menggunakan kartu kredit syariah dan perbandingannya dengan menggunakan kartu kredit konvensional.


Landasan Teori

Sesuai dengan firman Allah mengenai konsep syariah dan riba dalam produk konvensional, maka pemilihan produk syariah menjadi pilihan yang tepat. Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-Baqarah ayat 275: “Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."

Dalam rangka memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi nasabah dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai, Bank Syariah dipandang perlu menyediakan sejenis Kartu Kredit. Yaitu alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati. Namun, kartu kredit yang ada menggunakan sistem bunga (interest) sehingga tidak sesuai dengan prinsip syariah. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas kartu yang sesuai syariah, Dewan Syari’ah Nasional MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Syariah Card yang fungsinya seperti kartu kredit. Hal ini sesuai dengan Fatwa No. 54/DSN-MUI/X/2006.

Berdasarkan Fatwa tersebut, yang dimaksud dengan kartu kredit syariah (Syariah Card) adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam fatwa ini. Penerbitan kartu kredit syariah berdasarkan kepda pertimbangan tertentu, yaitu diantaranya firman Allah SWT yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.(Q.S. Al-Maidah:1) 

Islam mengajarkan hambanya untuk selalu memenuhi janji (Akad). Dalam kartu kredit terdapat beberapa akad yang benar-benar harus dipenuhi oleh kedua pihak yaitu pihak penerbit kartu dan pemegang kartu. Selain itu yang menjadi landasan dalam penerbitan kartu kredit syariah yaitu: “…..Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah:2)




Analisis Hasil dan Pembahasan

Kartu Kredit Syariah sebagai Alternatif Pembayaran Barang dan Jasa

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan di Indonesia, bank-bank yang ada berusaha untuk selalu meningkatkan mutu pelayanannya guna menarik nasabah baru dan juga untuk menjaga loyalitas nasabah lama. Tidak heran jika banyak bank mengeluarkan produk-produk baru dalam dunia perbankan sehingga dapat meningkatkan pelayanannya yang akhirnya dapat menarik perhatian para nasabah atau calon nasabah. Salah satunya yaitu penggunaan kartu kredit (Financial Transaction Cards). Tujuan bank megeluarkan kartu kredit yaitu untuk memberikan kemudahan dalam bertransaksi, dimana kartu kredit tersebut berfungsi sebagai pengganti uang dalam sebuah transaksi pembayaran. Apalagi di era globalisasi seperti saat ini, dimana teknologi telah memungkinkan untuk melakukan suatu transaksi secepat mungkin maka dunia perbankan juga dituntut untuk melakukan hal tersebut, diantaranya dengan memberikan kemudahan-kemudaham bagi para nasabahnya.

Dalam perbankan konvensional penggunaan kartu kredit merupakan hal yang lumrah dimana mereka telah terbiasa untuk memberikan kartu kredit bagi para nasabahnya. Bahkan bank-bank konvensional dapat meningkatkan pendapatannya dengan mengeluarkan kartu kredit tersebut. Karena kartu kredit merupakan suatu produk yang dapat memberikan nilai jual yang cukup tinggi bagi bank tersebut.

Pengertian kartu kredit dalam Expert Dictionary didefinisikan: ”kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya untuk memungkinkan pembawanya membeli barang-barang yang dibutuhkannya secara hutang.”

Sistem kartu kredit adalah suatu jenis penyelesaian transaksi ritel dan sistem kredit, yang namanya berasal dari kartu plastik yang diterbitkan kepada pengguna sistem tersebut. Sebuah kartu kredit berbeda dengan kartu debit di mana penerbit kartu kredit meminjamkan konsumen uang dan bukan mengambil uang dari rekening.

Kartu kredit adalah bagian dari beberapa bentuk kartu kerja sama finansial. Kartu kredit ini terbagi menjadi dua:
1. Kartu Kredit Pinjaman yang Tidak Dapat Diperbaharui (Charge Card). Diantara keistimewaan paling menonjol dari kartu ini adalah diharuskannya menutup total dana yang ditarik secara lengkap dalam waktu tertentu yang diperkenankan, atau sebagian dari dana tersebut. Biasanya waktu yang diperkenankan tidak lebih dari tiga puluh hari, namun terkadang bisa mencapai dua bulan. Kalau pihak pembawa kartu terlambat membayarnya dalam waktu yang telah ditentukan, ia akan dikenai denda keterlambatan. Dan kalau ia menolak membayar, keanggotaannya dicabut, kartunya ditarik kembali dan persoalannya diangkat ke pengadilan.
2. Kartu Kredit Pinjaman yang Bisa Diperbaharui (Revolving Credit Card). Jenis kartu ini termasuk yang paling popular di berbagai negara maju. Pemilik kartu ini diberikan pilihan cara menutupi semua tagihannya secara lengkap dalam jangka waktu yang ditoleransi atau sebagian dari jumlah tagihannya dan sisanya diberikan dengan cara ditunda, dan dapat diikutkan pada tagihan berikutnya. Bila ia menunda pembayaran, ia akan dikenakan dua macam bunga. Pertama bunga keterlambatan, kedua bunga dari sisa dana yang belum ditutupi. Kalau ia berhasil menutupi dana tersebut dalam waktu yang ditentukan, ia hanya terkena satu macam bunga saja, yaitu bunga penundaan pembayaran. Dana yang ditarik tidak akan terbatas bila pemiliknya terus saja melunasi tagihan beserta bunga kartu kreditnya secara simultan.

Sedangkan Kartu Kredit Syariah berdasarkan Fatwa No.54/DSN-MUI/X/2006 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesi (DSN MUI), yang dimaksud dengan kartu kredit syariah (Syariah Card) adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah seperti akad Ijarah, Kafalah dan Qardh.

Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah). 
Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. 
Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan fee sebagai berikut: 
a. Iuran keanggotaan (membership fee), penerbit kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-’udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.
b. Merchant fee, penerbit kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).
c. Fee penarikan uang tunai, penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.
d. Fee Kafalah, penerbit kartu boleh menerima fee dari pemegang kartu atas pemberian Kafalah.
(Semua bentuk fee tersebut di atas harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.)

Disamping ketiga akad tersebut, dalam transaksi kartu kredit, dapat pula digunakan akad-akad lainnya, seperti Akad Wakalah atau pemberian kuasa. Jadi begini: pada saat terjadi akad antara pemegang kartu dan penerbit kartu (Bank), nasabah pemegang kartu sudah memberikan memberikan kuasa (mewakilkan) kepada Bank untuk melunasi hutang yang timbul sebagai akibat dari pengeluaran Nasabah dengan menggunakan kartu kredit kredit tersebut. Akad Hiwalah (pengalihan pembayaran hutang) seperti halnya pada konsep Hiwalah (Hawalah), Nasabah pada dasarnya memiliki hutang kepada merchant (dengan membeli suatu barang atau jasa tertentu misalnya), dan kemudian merchant tersebut menagih kepada Bank. Dalam ini, antara merchant dengan Bank tidak ada hubungan khusus. Namun, karena adanya wakalah yang ditindak lanjuti dengan Hawalah, maka Bank berkewajiban untuk membayarkan tagihan hutang dari Merchant tersebut atas nama Nasabah. Akad Bay’bi Ajal yang biasanya terjadi antara 2 pihak, dimana hubungannya langsung antara nasabah selaku pemegang kartu kredit dengan merchant. Nasabah membeli produk secara cicilan kepada merchant, pembayarannya dilakukan secara mencicil (taqsith).

Perbedan yang mendasar antara kartu kredit syariah dengan konvensional yaitu: kartu kredit konvensional mengutamakan adanya bunga antara 2-4% per bulan sebagai bentuk pengambilan keuntungan terhadap pelunasan tagihan yang dicicil. Nilai ini berbentuk bunga berbunga, sehingga dalam 1 tahun saja nilai bunganya dapat mencapai nilai transaksi awal. Sedangkan dalam kartu kredit syraiah terdapat akad-akad tertentu yang tidak ada dalam sistem konvensional yaitu: akad Ijarah, Kafalah dan Qard.

Oleh karena itu, agar kartu kredit syariah berbeda dengan kartu kredit yang lain yakni mencegah adanya riba, dalam mekanisme kartu kredit syariah terdapat tiga ketentuan yaitu :
1. Goodwill investement. Pengguna wajib menyetor goodwill investement sebesar 10 % dari limit. Hal ini bertujuan agar penggunaan kartu kredit tidak semena-mena.
2. Pembukaan Rekening di Bank yang menerbitkan Kartu kredit Syariah.
3. Pengenaan denda. Dimana denda tersebut akan disumbangkan ke BAZIS dan bukan hak Bank.

Kartu kredit identik dengan denda berlipat-lipat, bunga berbunga. Tidak sedikit nasabah kartu kredit yang dengan mudah mendapatkan kartu tersebut tapi mengalami banyak masalah begitu terjadi sesuatu yang sebetulnya bukan persoalan krusial. Tidak sedikit nasabah pemegang kartu yang terlambat membayar tagihannya karena berbagai alasan akhirnya harus menanggung beban denda bunga kredit cukup besar. Parahnya lagi, jika beban tagihan dan bunga terus membengkak maka nasabah mau tidak mau akan berurusan dengan debt collector.

Kini, instrumen kartu kredit mulai memasuki dunia perbankan syariah. Beberapa bank syariah telah menyatakan siap menjaring nasabah pemegang kartu hingga ratusan ribu jiwa. Alasannya, mereka ingin masyarakat memiliki instrumen alternatif selain kartu kredit konvensional yang sudah ada. Selain itu, bisa mempermudah transaksi nasabah

Fasilitas penggunaan kartu kredit syariah merupakan bagian dari pengembangan produk yang dilakukan perbankan syariah untuk menjaring para nasabah, sekaligus memberikan pelayanan kepada nasabah dengan lebih maksimal. Penerbitan kartu kredit syariah, yang semakin menambah variasi produk perbankan syariah, diharapkan dapat memberikan kemudahan dan memberikan keamanan dalam transaksi.

***



Analisis SWOT Kartu Kredit Syariah


Strength atau kelebihan dari kartu kredit syariah dalam upaya pengembangan kartu kredit syariah yang baru di Indonesia dan dapat menjadi kekuatan positif adalah sebagai berikut:
a) Kartu kredit syariah menggunakan akad-akad yang benar-benar sesuai dengan syariat Islam.
b) Merupakan pilihan terbaik dalam kartu kredit yang tidak ada aplikasi bunga.
c) Dalam aspek legal, sifat perjanjian yang dimiliki kartu kredit syariah memenuhi syarat syariah yang mampu memberi rasa aman kepada peserta asuransi syariah, selain unsur duniawi semata


Weakness atau kekurangan dari kartu kredit syariah adalah:
a) Dalam hal pemasaran, pemasaran Kartu kredit syariah relatif masih terbatas dibanding dengan kovensional
b) Kompleksitas dalam administrasi syariah (misal: perhitungan denda/ta’widh)
c) Pemberian limit yang masih relatif lebih kecil dibanding dengan limit pada kartu kredit konvensional
d) Lemahnya dodislisasi untuk mengkomunikasikan keunggukan Kartu Kredit Syariah
e) Penggunaan jenis akad yang masih kurang familiar di masyarakat yang memungkinkan timbulnya keraguan.


Opportunity atau peluang dari kartu kredit syariah adalah:
a) Keunggulan konsep kartu kredit syariah yang dapat memenuhi peningkatan tuntutan pengharaman bunga pada kartu kredit konvensional.
b) Jumlah penduduk beragama Islam lebih dari 180 juta orang (sekitar 80%).
c) Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk bermuamalah sesuai syariah, tumbuh subur khususnya pada masyarakat golongan menengah.
d) Meningkatnya kebutuhan kartu kredit yang syariah karena faktor perkembangan ekonomi umat.


Threat atau faktor yang masih merupakan ancaman atau tantangan bagi perkembangan kartu kredit syariah di Indonesia adalah:
a) Era globalisasi yang membuat adanya kartu kredit konvensional baik yang berasal dari dalam atau luar negeri yang memiliki fasilitas yang lebih baik.
b) Lemahnya pengetahuan masyarkat mengani kartu kredit syariah.
c) Citra perbankan syariah sendiri belum familiar di mata masyarakat.
d) Jenis kartu kredit syariah yang ada sekarang belum mendukung secara optimal untuk perkembangan kartu kredit syariah.
e) Belum ada UU dan PP yang secara khusus mengatur kartu kredit syariah. (Hanya ada Fatwa MUI)


***


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Dewasa ini, beberapa lembaga perbankan syariah mulai membuat terobosan dengan menerbitkan kartu kredit syariah. Kartu kredit tersebut secara umum bentuknya dan penggunaannya hampir sama dengan kartu kredit konvensional. Namun terdapat beberapa hal yang membedakan antara kartu kredit konvensional dengan kartu kredit syariah.

Dalam pembukaan kartu kredit syariah, nasabah disyaratkan untuk membuka tabungan yang dananya minimal 10% dari limit kartu kredit yang di terima oleh nasabah dimaksud. Dana dari tabungan yang dibuka tersebut, akan diblokir dan digunakan sebagai jaminan pelunasan tagihan dari kartu kredit yang diterima nasabah. Hal ini dilakukan ditujukan untuk mengurangi risiko dari bank syariah yang bersangkutan agar tidak “dibobol” oleh nasabah yang tidak bertanggung jawab. Di satu sisi, ketentuan tersebut baik untuk mengontrol pengeluaran dari nasabah yang bersangkutan, agar tidak melakukan transaksi yang berlebihan (israf).

Kemudian, dana yang diblokir oleh bank syariah dimaksud bukan merupakan dana yang idle, karena pihak bank syariah akan membuat akad perjanjian dengan sistem mnudharabah sebagaimana halnya tabungan biasa, dengan akad/perjanjian mudaharabah mutlaqah yang meliputi akad Ijarah, Kafalah dan Qardh. Bank akan nmengelola dana tersebut, dan memberikan bagi hasil kepada nasabah dengan nisbah tertentu yang dihitung dari saldo harian nasabah setelah dikurangi dengan pajak-pajak. Jika suatu saat nasabah berkeinginan untuk menutup kartu kreditnya, maka apabila tidak ada tunggakan kewajiban yang harus ditanggung oleh nasabah yang bersangkutan, maka nasabah tersebut juga bisa menutup tabungan yang dananya di blokir tersebut dan mengambil seluruh sisa dana yang tersimpan.

Namun tercatat hanya sekitar 20% yang menggunakan kartu kredit syariah dari total pengguna kartu kredit. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya karena minimnya pengetahuan mengenai konsep syariah walaupun beragama Islam. Banyak umat muslim yang belum paham mengenai konsep syariah dan menggunakan konsep syariah. Padahal, dalam Islam terdapat tuntunan untuk menggunakan konsep syariah. Selain itu, layanan dari bank yang menyediakan produk kartu kredit syariah tersebut juga terkadang belum bisa lebih baik dari bank konvensional. Sehingga tercipta kesan tidak profesional atau tidak lebih baik dari bank konvensional.


Saran

Setelah mengetahui dan menganalisis SWOT (strength, weakness, opportunity, dan threat) dari kartu kredit syariah, dapat diambil solusi mengenai bagaimana cara mengoptimalkan kekuatan dan peluang yang dimiliki serta menghindari ancaman dan menutupi kekurangan atau bahkan menjadikannya sebagai kesempatan. Walaupun peranan kartu kredit syariah sebagai alternatif pembayaran barang dan jasa masih kurang, tidak menutup kemungkinan beberapa tahun kedepan dapat menjadi main alternatif. Salah satunya dengan memanfaatkan kekuatan masyarakat Indonesia yang jumlah penduduk Islamnya mencapai 80%. Terlebih apabila pemerintah berhasil memperjuangkan prinsip ekonomi syariah dengan hukum negara seperti UU maupun PP, tak mengherankan apabila penggunaan dan peran kartu kredit syariah sebagai alternatif pembayaran dapat melebihi kartu kredit konvensional.