Minggu, 18 September 2011

MELONGOK HAMBATAN BISNIS SAPI PERAH

::mengenang tugas manajemen semester dua lalu::

Kebutuhan susu dunia, ternyata sebagian besar atau sekitar 95 persen disumbangkan dari susu sapi. Sedangkan daging sapi hanya menyumbangkan sekitar 50 persen dari kebutuhan dunia, karena sebagian lainnya disumbangkan oleh daging ayam dan daging kambing. Melihat prospek pasar ini, maka beternak sapi perah tentu akan lebih prospektif. Apalagi kebutuhan susu di pasar lokal belum mampu dipenuhi industri sapi perah yang ada. 

Untuk memelihara sapi perah yang berkualitas dan mampu memberikan produksi susu yang banyak bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor turut menentukan kualitas dan kapasitas produksi susu yang dihasilkannya. Baik dari sejak pemilihan bibitnya, masalah pakan ternaknya, masalah kandang dan kebersihan lingkungan, maupun pemeliharaannya. Tanpa pemeliharaan yang baik, produksi susu tentu saja sulit diharapkan akan sesuai rencana. 

Kendala Usaha - Meskipun tingkat kebutuhan susu sapi sangat tinggi, namun tidak mendorong lahirnya peternak-peternak baru yang mencoba terjun ke usaha beternak sapi perah. Sedangkan peternak sapi perah yang ada, umumnya merupakan peternak kecil dengan jumlah peliharaan kurang dari 5 ekor. Dengan jumlah ternak yang kecil, menyebabkan para peternak kurang merasa mendapatkan laba atau keuntungan yang memadai. Akibatnya, proses budidaya cenderung dilakukan secara apa adanya. 

Industri Pakan - Begitu juga menyangkut masalah pemeliharaan, tidak sedikit peternak sapi perah yang mengelolanya secara apa adanya. Untuk pakan ternaknya, umumnya sekedar diberikan bahan rumput-rumputan atau ilalang. Padahal agar sapi dapat memberikan produksi susu yang berkualitas dengan jumlah yang banyak, tentunya masalah pakan cukup menentukan. 

Untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi dalam beternak sapi perah, tampaknya pemerintah tak cukup dengan sekedar memberikan bimbingan dan pembinaan. Penguatan dan pemberdayaan peternak sapi perah perlu dibangun dengan nemberikan akses yang lebih besar bagi mereka. Baik berupa bantuan modal berbunga rendah, bimbingan dan pelatihan pembuatan pakan konsentrat yang lebih baik, maupun membangun jaringan bagi peternak dan industri kecil peternakan sapi perah.


Komentar :

Pendatang baru memiliki hambatan yang cukup besar (barriers to entry) untuk memasuki pasar. Mulai dari kendala dalam kegiatan produksi, hingga dalam proses pemasaran barangnya. Namun, pendatang baru memasuki suatu industri dengan membawa sesuatu yang baru dengan tujuan untuk memperoleh pangsa pasar. Pendatang baru dapat memasuki pasar dengan mudah jika memiliki produk yang berbeda atau memiliki ciri khas tertentu dalam produk barang atau jasa. Pendatang baru juga harus pandai membaca peluang dan memanfaatkan semua sumber daya yang ada dalam produk barang atau jasa tersebut. 

Menurut Michael Porter dalam ulasan Six Major Sources of Barriers to Entry, ada enam hal yang perlu diperhatikan bagi pendatang baru agar dapat bersaing di pasar. Ulasan tersebut dapat diaplikasikan sesuai dengan artikel diatas. Pertama adalah skala ekonomis. Skala ekonomis memperhatikan banyaknya susu sapi perah yang harus diproduksi untuk meminimalkan biaya per unit, sehingga keuntungan yang akan didapat menjadi lebih besar. Kedua adalah differensiasi produk. Adanya pembeda dari susu sapi perah yang diproduksi tersebut dapat menurunkan resiko kegagalan mendapatkan pasar. Ketiga, perlunya modal yang cukup untuk membiayai proses produksi hingga produk sampai ke tangan konsumen. Modal ini dapat diperoleh dengan mengajukan kredit usaha pada lembaga terkait. Empat, cost disadvantages independent of size. Perlunya tambahan biaya yang bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi kinerjanya agar lebih baik dibandingkan dengan kompetitor. Misalnya, pendatang baru harus berupaya untuk memperoleh bahan baku yang lebih baik, menggunakan teknologi yang lebih mutakhir untuk menciptakan nilai tambah bagi produk, melakukan pemasaran untuk memperkenalkan produk, dan sebagainya. Lima, sistem distribusi. Sistem distribusi yang efektif dan efisien diperlukan agar produk sampai ke tangan konsumen. Menyediakan ruangan atau lokasi untuk memusatkan penjualan susu sapi perah atau langsung mengantarkan susu sapi perah ke tangan konsumen menurut saya merupakan sistem distribusi yang baik. Terakhir adalah peraturan pemerintah. Pemerintah menetapkan berbagai peraturan yang berujuan untuk meregulasi kegiatan ekonomi. Untuk hal susu sapi perah ini, mendapat stempel halal badan POM dan MUI adalah implikasi dari ulasan terakhir ini agar pendatang baru dapat bersaing di pasar.

Perilaku Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)

::mengenang tugas manajemen semester dua lalu::


Di Indonesia, istilah CSR (Corporate Social Responsibility) semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. 

Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. 

Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004). Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya. 

Walau sadar akan pentingnya CSR, dalam mengimplementasikan CSR perusahaan memakai metode berbeda-beda. Implementasi bisa model Charity atau Pemberdayaan. Untuk model Charity, perusahaan hanya berpatok pada model sekedar menghabiskan anggaran dan menafikan kebutuhan masyarakat, model tersebut mendapat kritik disebabkan model tersebut hanya menjadikan candu bagi masyarakat saja, dan menjadikan masyarakat tergantung dan tidak berdaya. 


Komentar :

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility merupakan suatu keharusan yang dilakukan perusahaan kepada stakeholders dalam semua aspek yang dilakukan perusahaan. Bentuk tanggung jawab sosial ini dapat dilakukan rutin dan non-rutin, namun dari artikel diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk tanggung jawab sosial yang baik adalah yang bersifat rutin. Kegiatan rutin berbentuk partisipasi pada kegiatan masyarakat secara khusus terprogram dan dilaksanakan terus menerus. Kegiatan non-rutin dilaksanakan pada kondisi terentu yang memungkinkan perusahaan mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk berpartisipasi. 

Kepedulian kepada stakeholders dapat diartikan sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi (dalam hal ini perusahaan) di dalam sebuah lingkungan atau komunitas. Tanggung jawab sosial adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, namun sebagai kegiatan timbal balik dan di mana mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan efek dan akibat terhadap seluruh stakeholders perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Tanggung jawab sosial inipun mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam stakeholders eksternal dengan stakeholders internal. 

Bentuk tanggung jawab sosial masing-masing perusahaanpun berbeda-beda. Untuk stakeholders internal dapat berupa seperti memberikan pembayaran pesangon untuk membantu pekerja yang diberhentikan memenuhi kebutuhan sampai mereka dapat menemukan pekerjaan lain, memberikan waktu cuti untuk karyawan yang sakit, dan memberi dana pensiun bagi karyawan yang memasuki masa pensiun. Untuk stakeholders eksternal dapat berupa perekrutan karyawan yang berdomisili di lingkungan sekitar pabrik atau perusahaan, menjaga dan memperbaiki lingkungan sekitar seperti penanggulangan lingkungan dari limbah, penanaman pohon dan lain lain.

Tugas Lagi Tugas Lagi

Namanya mahasiswa nggak jauh jauh dari namanya tugas. Baru seminggu perkuliahan dimulai, udah ada aja banyak tugas. Kali ini, aku post tugas kelompok pertama di semester tiga ini. Tugas mata kuliah Antropologi Dasar. Dosen pengampunya bapak Bambang Hudayana, dosen dari fakultas depan, FIB. Tugas kali ini agak nggak biasa menurutku. Kalo biasanya aku dikasih tugas pasti ada hubungannya dengan ekonomi (secara aku kuliah di Fakultas Ekonomi), kali ini malah tentang budaya. Namanya juga kuliah Antropologi Dasar.



BUDAYA MAKAN NASI DI INDONESIA
“Tidak Makan, kalau Belum Makan Nasi”


Sejarah Nasi di Indonesia

Nasi adalah bahan makanan pokok bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia modern, dan pertanian padi menempati posisi utama dalam kebudayaan Indonesia. Tanaman padi liar sudah ada di Indonesia sejak 3000 SM. Bukti awal dari pertanian padi didapatkan dari prasasti abad ke-8 di Jawa yang menyebutkan raja menerapkan pajak dalam bentuk padi. Pembagian kerja antara laki-laki, perempuan, dan hewan ternak dalam pertanian padi di Indonesia, seperti ditemui dalam ukiran relief candi Prambanan, Jawa Tengah yang berasal dari abad ke-9. Dalam relief tersebut menceritakan bajak sawah diikatkan pada kerbau; perempuan menanam benih dan menumbuk padi, serta laki-laki mengangkut padi hasil panen dengan pikulan di pundaknya. Pada abad ke-16, bangsa Eropa yang mengunjungi kepulauan Indonesia memandang nasi sebagai makanan bergengsi yang disajikan oleh kaum aristokrat dan ningrat saat upacara dan perayaan pesta.

“Tidak makan, kalau belum makan nasi.” Hampir setiap orang di Indonesia mengatakan hal yang serupa dengan kalimat tersebut. Kita tahu bahwa nasi merupakan makanan pokok di Indonesia, sehingga wajar saja apabila konsumsi beras di Indonesia merupakan tertinggi di dunia, bahkan melebihi batas rata-rata konsumsi dunia yang membatasi 60 kg/orang/tahun. Menurut Pertanian Siswono, Penduduk Indonesia mengkonsumsi beras rata-rata 139 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan negara-negara terdekat kita, yaitu Malaysia yang hanya mengkonsumi beras 80 kg/orang/tahun, Thailand 90 kg/orang/tahun dan Jepang 60 kg/orang/tahun. Belum lagi jumlah tersebut diakumulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 200 juta jiwa lebih.



Swasembada Beras Tahun 1984

Pada tahun tersebut, Presiden RI kedua menggalakkan program “Swasembada Beras” bagi penduduk Indonesia. Soeharto, menjadikan sektor agraria sebagai sektor tumpuan terhadap perekonomian Indonesia pada saat itu. Tentu saja, hal ini memberi dampak positif terhadap peran beras atau nasi sebagai bahan pangan pokok indonesia, serta bagi masyarakat dengan mencukupkan kebutuhan pangan mereka dengan program ini.

Berbagai aturan diberlakukan untuk menunjang program “Swasembada Beras” ini. Antara lain melalui program intensifikasi massal, bimbingan massal untuk meningkatkan produksi pertanian. Para petani diberikan penyuluhan mengenai teknik penanaman hingga pemanenan dengan benar. Langkah ini bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada petani agar target swasembada dapat tercapai.

Selain itu, pemerintah memberikan bibit unggul padi kepada petani. Teknologi tanam juga diterapkan sehingga jika secara tradisional sawah-sawah biasanya hanya menghasilkan satu kali panen dalam setahun, maka setelah revolusi itu pun diterapkan, panen padi bisa berlangsung dua hingga tiga kali dalam setahun.

Sistem pengairan juga diperbaiki dengan membuat irigasi ke sawah-sawah sehingga banyak sawah yang semula hanya mengandalkan air hujan, kini bisa ditanami pada musim kemarau dengan memanfaatkan sistem pengairan.

Pemerintah juga publikasi agar tujuan swasembada beras ini dapat tercapai. Salah satunya pemerintah membuat program radio dan televisi juga sejumlah media cetak menyediakan halaman khusus untuk koran masuk desa dengan muatan materi siaran yang khas pedesaan, dengan tujuan membimbing petani.

Keberhasilan ini telah membuat Edouard Saouma, Direktur Jenderal FAO pada waktu itu, mengundang Presiden Soeharto untuk bicara pada forum dunia pada tanggal 14 November 1985. Organisasi pangan dan pertanian PBB itu, meminta Soeharto untuk berbicara tentang pengalaman Indonesia dalam upaya menaikan tingkat produktivitas dengan mencapai tingkat berswasembada pangan tersebut. Soeharto menyatakan, bahwa negara-ngara maju mempunyai tanggungjawab dan kemampuan untuk memberi kesempatan kepada negara-ngara yang sedang membangun untuk ikut maju dan sejahtera dalam menggalakkan pembangunan ekonomi dunia yang lebih adil dan merata.



Budidaya Tanaman Padi Dilihat dari Aspek Geografis

Budidaya tanaman padi sangat cocok di Indonesia, hal ini dikarenakan kondisi geografis yang mendukung tanaman ini. Tanaman padi cocok tumbuh di daerah yang mengandung banyak air, lembab, dan suhu udara yang hangat. Air merupakan komponen/media pendukung yang penting bagi pertumbuhan tanaman padi karena tanaman padi cocok ditanam di tempat yang basah/lembab. Di Indonesia terdapat musim penghujan yang membawa debit air, sehingga tanaman padi cocok ditanam di saat musim penghujan.

Dari segi iklim, Indonesia termasuk ke dalam iklim tropis yang membuat suhu udara tinggi. Akan tetapi Indonesia memiliki tingkat kelembaban tinggi yang menyebabkan suhu udaranya menjadi hangat. Suhu udara hangat merupakan suhu udara yang cocok untuk budidaya tanaman padi. Selain itu kondisi tanah di Indonesia termasuk ke dalam kategori subur karena di Indonesia terdapat banyak gunung berapi yang masih aktif. Gunung berapi tersebut di setiap erupsinya mengeluarkan lahar, abu, dsb yang dapat menyuburkan tanah.



Perbandingan Nasi dengan Makanan Pokok Lainnya

Indonesia adalah negara yang kaya akan etnik, budaya, ras, dan agama. Maka itu, tak mengherankan bila banyak sekali perbedaan antara suatu daerah dan daerah lainnya.Begitu pula dengan makanan yang dikonsumsi, setiap provinsi atau sebuah pulau biasanya memiliki makanan pokok tersendiri.

Selain nasi, makanan pokok Indonesia yang lain adalah sagu dan jagung yang biasanya dapat ditemui di wilayah bagian timur Indonesia, seperti Irian Jaya yang dominan dengan sagunya dan Sulawesi yang dominan dengan makanan menggunakan jagung. Berikut keterangan kandungan gizi tiga makanan pokok masyarakat Indonesia:

1. Nasi
Nasi adalah beras yang telah direbus dan ditanak. Selain dikonsumsi masyarakat Indonesia, nasi juga dimakan sebagian besar penduduk Asia sebagai sumber karbohidrat utama dalam menu sehari-hari. Nasi sebagai makanan pokok biasanya dihidangkan bersama lauk sebagai pelengkap rasa dan juga melengkapi kebutuhan gizi seseorang. Nasi dapat diolah lagi bersama bahan makanan lain menjadi masakan baru, seperti pada nasi goreng, nasi kuning atau nasi kebuli. Nasi bisa dikatakan makanan pokok bagi masyarakat di Asia, khususnya Asia Tenggara.

2. Sagu
Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung, singkong, kentang, dan tepung terigu. Sagu dapat dijadikan pangan potensial sumber karbohidrat karena kandungannya cukup tinggi, yaitu 84,7 gram per 100 gram bahan. Namun, sayangnya, sagu termasuk bahan pangan yang sangat miskin akan protein. Kandungan protein tepung sagu hanya 0,7 g/100 g, jauh lebih rendah daripada tepung beras, jagung, dan terigu. Jika ditinjau dari kadar vitamin dan mineral pun, sagu memiliki kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya.
Karena potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, sagu harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain yang lebih baik kadar gizinya. Konsep diversifikasi konsumsi pangan seperti itulah yang telah dipraktikkan oleh masyarakat tradisional Maluku dan Papua. Mereka mengombinasikan sagu dengan ikan (sebagai sumber protein) dan berbagai sayuran (sebagai sumber vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan).

3. Jagung
Walaupun di masa lalu sebagian masyarakat kita menggunakan jagung sebagai bahan pangan pokok, kini lebih banyak digolongkan sebagai sayur, camilan, dan diolah menjadi lauk. Bila dilihat lebih saksama, nilai gizi jagung tidak kalah dari nasi. Dalam 100 gram beras terkandung energi sebesar 360 kalori atau setara dengan energi pada jagung. Kandungan karbohidrat jagung sebagian besar juga terdiri atas pati sehingga dapat mengenyangkan.

Selain ketiga makanan pokok itu, sebenarnya ada beberapa makanan lain yang dinilai berpotensi menjadi pilihan sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia yakni kentang, papeda, umbi garut, talas, singkong, beras meras, soun dan bihum, roti gandum, serta mi.






“Tidak Makan, kalau Belum Makan Nasi” 


Vera Pipin Wulandari – “Karena faktor kebiasaan. Dari kecil orangtua kita selalu kasih kita nasi buat makan. Jadi lama-lama biasa. Kalo belum makan nasi, kayak belum makan. Coba dulu orangtua kita kasih makan singkong buat kita, pasti sekarang kalo belum makan singkong, kayak belum makan.”


Ardiyani Sawitri Dewi – “Kalo makan nasi itu ngenyangin (mengenyangkan), beda kayak kalo cuma makan bakso, mie atau roti. Jadi rasanya belum makan kalo belum makan nasi.”


Astik Widya Arista – “Nasi itu energinya lebih banyak dibanding roti ato yang lainnya. Makan nasi jadi bikin nggak cepet laper. Apalagi waktu kuliah, kan kita butuh energi banyak. Kalo enggak makan nasi nanti dikelas perutnya krucuk-krucuk.”


Chubna Nurul Fuadiyah – “Kebiasaan sih. Kalo aku sendiri enggak terlalu ya, kalo udah makan ya udah. Tapi ini minoritas. Mayoritasnya sih orang kalo belum makan nasi belum kenyang.”

Senin, 05 September 2011

Ngerjain Tugasnya Orang Lain

Alhamdulillah si mas sekarang udah mulai kuliah lagi. Sekarang dia lanjut kuliah di Universitas Pancasila Jakarta, program Kelas Karyawan jadi kuliahnya cuma Sabtu dan Minggu. Sebenernya aku kagum sama mas, weekdays dia kerja (BWKI), weekend dia kuliah. Dia ambil 19 sks semester ini dan aku gak habis pikir gimana caranya 19 sks dalam dua hari? Alhasil ikutlah aku. Kalo dia ada tugas, ada sebagian yang aku kerjakan. Baru satu tugas sih yang didelegasikan ke aku, alhamdulillah selesai tepat waktu dan aku nggak terlalu merasa terepotkan. Kadang jengkel juga sih, aku repot repot ngerjain tugasnya, eeh waktu dia aku ceritain kalo aku lagi ngerjain tugasnya, dia diem aja. Capek mungkin, atau sibuk juga bisa. Tapi ya gimana lagi. Take it easy :)





PERANAN PRODUK KARTU KREDIT SYARIAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBAYARAN BARANG DAN JASA


Pendahuluan

Kartu kredit pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920-an di Amerika Serikat. Pada mulanya orang menyebut sebagai uang plastik. Belakangan uang plastik atau kartu kredit ini menarik perhatian perhatian masyarakat di seluruh dunia. Kartu kredit khususnya akan sangat bermanfaat pada saat-saat darurat ketika kita tidak memiliki uang tunai. Misalnya, saat harus membayar rumah sakit. Kartu kredit memberi tenggang sampai satu bulan untuk pelunasannya. Sehingga bila kita tidak memiliki dana tunai, kita masih dapat membayar biaya rumah sakit dan tagihan kartu kredit dibayar setelah mendapat gaji atau bila terpaksa kita dapat mencicilnya selama beberapa waktu.

Kartu kredit yaitu kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. Kalau diterjemahkan kata ‘kredit giro’ ini secara langsung artinya adalah kartu pinjaman. Atau kartu yang memberikan kesempatan kepada pembawanya untuk mendapatkan pinjaman

Kartu kredit dewasa ini sering digunakan menjadi alternatif pembayaran barang dan jasa. Selain sebagai alternatif pembayaran pada saat-saat darurat ketika kita tidak memiliki uang tunai, kartu kredit mulai diaplikasikan sebagai lifestyle. Seringnya terdapat promosi melalui penggunaan kartu kredit juga menambah alasan mengapa kartu kredit marak digunakan. Sebagai contoh untuk pembelian ponsel merek tertentu dengan produk kartu kredit tertentu akan mendapatkan cashback atau merchandise tertentu

Baru-baru ini dikeluarkan produk kartu kredit syariah oleh bank-bank yang berlandaskan syariah. Produk kartu kredit ini mempunyai fungsi yang sama dengan produk bank konvensional. Namun, dasar dan landasan yang digunakan berbeda karena menggunakan prinsip syariah. Seperti yang telah diketahui, prinsip syariah tidak menggunakan bunga karena riba sebagaimana prinsip kartu kredit konvensional. Lalu dasar dan landasan apakah yang digunakan? Makalah ini akan membahas mengenai dasar dan landasan dari kartu kredit syariah dan perbandingannya dengan kartu kredit konvensional. Selain itu, makalah ini akan membahas pula seberapa banyak masyarakat yang menggunakan kartu kredit syariah dan perbandingannya dengan menggunakan kartu kredit konvensional.


Landasan Teori

Sesuai dengan firman Allah mengenai konsep syariah dan riba dalam produk konvensional, maka pemilihan produk syariah menjadi pilihan yang tepat. Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-Baqarah ayat 275: “Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."

Dalam rangka memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi nasabah dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai, Bank Syariah dipandang perlu menyediakan sejenis Kartu Kredit. Yaitu alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati. Namun, kartu kredit yang ada menggunakan sistem bunga (interest) sehingga tidak sesuai dengan prinsip syariah. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas kartu yang sesuai syariah, Dewan Syari’ah Nasional MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Syariah Card yang fungsinya seperti kartu kredit. Hal ini sesuai dengan Fatwa No. 54/DSN-MUI/X/2006.

Berdasarkan Fatwa tersebut, yang dimaksud dengan kartu kredit syariah (Syariah Card) adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam fatwa ini. Penerbitan kartu kredit syariah berdasarkan kepda pertimbangan tertentu, yaitu diantaranya firman Allah SWT yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.(Q.S. Al-Maidah:1) 

Islam mengajarkan hambanya untuk selalu memenuhi janji (Akad). Dalam kartu kredit terdapat beberapa akad yang benar-benar harus dipenuhi oleh kedua pihak yaitu pihak penerbit kartu dan pemegang kartu. Selain itu yang menjadi landasan dalam penerbitan kartu kredit syariah yaitu: “…..Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah:2)




Analisis Hasil dan Pembahasan

Kartu Kredit Syariah sebagai Alternatif Pembayaran Barang dan Jasa

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan di Indonesia, bank-bank yang ada berusaha untuk selalu meningkatkan mutu pelayanannya guna menarik nasabah baru dan juga untuk menjaga loyalitas nasabah lama. Tidak heran jika banyak bank mengeluarkan produk-produk baru dalam dunia perbankan sehingga dapat meningkatkan pelayanannya yang akhirnya dapat menarik perhatian para nasabah atau calon nasabah. Salah satunya yaitu penggunaan kartu kredit (Financial Transaction Cards). Tujuan bank megeluarkan kartu kredit yaitu untuk memberikan kemudahan dalam bertransaksi, dimana kartu kredit tersebut berfungsi sebagai pengganti uang dalam sebuah transaksi pembayaran. Apalagi di era globalisasi seperti saat ini, dimana teknologi telah memungkinkan untuk melakukan suatu transaksi secepat mungkin maka dunia perbankan juga dituntut untuk melakukan hal tersebut, diantaranya dengan memberikan kemudahan-kemudaham bagi para nasabahnya.

Dalam perbankan konvensional penggunaan kartu kredit merupakan hal yang lumrah dimana mereka telah terbiasa untuk memberikan kartu kredit bagi para nasabahnya. Bahkan bank-bank konvensional dapat meningkatkan pendapatannya dengan mengeluarkan kartu kredit tersebut. Karena kartu kredit merupakan suatu produk yang dapat memberikan nilai jual yang cukup tinggi bagi bank tersebut.

Pengertian kartu kredit dalam Expert Dictionary didefinisikan: ”kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya untuk memungkinkan pembawanya membeli barang-barang yang dibutuhkannya secara hutang.”

Sistem kartu kredit adalah suatu jenis penyelesaian transaksi ritel dan sistem kredit, yang namanya berasal dari kartu plastik yang diterbitkan kepada pengguna sistem tersebut. Sebuah kartu kredit berbeda dengan kartu debit di mana penerbit kartu kredit meminjamkan konsumen uang dan bukan mengambil uang dari rekening.

Kartu kredit adalah bagian dari beberapa bentuk kartu kerja sama finansial. Kartu kredit ini terbagi menjadi dua:
1. Kartu Kredit Pinjaman yang Tidak Dapat Diperbaharui (Charge Card). Diantara keistimewaan paling menonjol dari kartu ini adalah diharuskannya menutup total dana yang ditarik secara lengkap dalam waktu tertentu yang diperkenankan, atau sebagian dari dana tersebut. Biasanya waktu yang diperkenankan tidak lebih dari tiga puluh hari, namun terkadang bisa mencapai dua bulan. Kalau pihak pembawa kartu terlambat membayarnya dalam waktu yang telah ditentukan, ia akan dikenai denda keterlambatan. Dan kalau ia menolak membayar, keanggotaannya dicabut, kartunya ditarik kembali dan persoalannya diangkat ke pengadilan.
2. Kartu Kredit Pinjaman yang Bisa Diperbaharui (Revolving Credit Card). Jenis kartu ini termasuk yang paling popular di berbagai negara maju. Pemilik kartu ini diberikan pilihan cara menutupi semua tagihannya secara lengkap dalam jangka waktu yang ditoleransi atau sebagian dari jumlah tagihannya dan sisanya diberikan dengan cara ditunda, dan dapat diikutkan pada tagihan berikutnya. Bila ia menunda pembayaran, ia akan dikenakan dua macam bunga. Pertama bunga keterlambatan, kedua bunga dari sisa dana yang belum ditutupi. Kalau ia berhasil menutupi dana tersebut dalam waktu yang ditentukan, ia hanya terkena satu macam bunga saja, yaitu bunga penundaan pembayaran. Dana yang ditarik tidak akan terbatas bila pemiliknya terus saja melunasi tagihan beserta bunga kartu kreditnya secara simultan.

Sedangkan Kartu Kredit Syariah berdasarkan Fatwa No.54/DSN-MUI/X/2006 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesi (DSN MUI), yang dimaksud dengan kartu kredit syariah (Syariah Card) adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah seperti akad Ijarah, Kafalah dan Qardh.

Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah). 
Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. 
Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan fee sebagai berikut: 
a. Iuran keanggotaan (membership fee), penerbit kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-’udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.
b. Merchant fee, penerbit kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).
c. Fee penarikan uang tunai, penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.
d. Fee Kafalah, penerbit kartu boleh menerima fee dari pemegang kartu atas pemberian Kafalah.
(Semua bentuk fee tersebut di atas harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.)

Disamping ketiga akad tersebut, dalam transaksi kartu kredit, dapat pula digunakan akad-akad lainnya, seperti Akad Wakalah atau pemberian kuasa. Jadi begini: pada saat terjadi akad antara pemegang kartu dan penerbit kartu (Bank), nasabah pemegang kartu sudah memberikan memberikan kuasa (mewakilkan) kepada Bank untuk melunasi hutang yang timbul sebagai akibat dari pengeluaran Nasabah dengan menggunakan kartu kredit kredit tersebut. Akad Hiwalah (pengalihan pembayaran hutang) seperti halnya pada konsep Hiwalah (Hawalah), Nasabah pada dasarnya memiliki hutang kepada merchant (dengan membeli suatu barang atau jasa tertentu misalnya), dan kemudian merchant tersebut menagih kepada Bank. Dalam ini, antara merchant dengan Bank tidak ada hubungan khusus. Namun, karena adanya wakalah yang ditindak lanjuti dengan Hawalah, maka Bank berkewajiban untuk membayarkan tagihan hutang dari Merchant tersebut atas nama Nasabah. Akad Bay’bi Ajal yang biasanya terjadi antara 2 pihak, dimana hubungannya langsung antara nasabah selaku pemegang kartu kredit dengan merchant. Nasabah membeli produk secara cicilan kepada merchant, pembayarannya dilakukan secara mencicil (taqsith).

Perbedan yang mendasar antara kartu kredit syariah dengan konvensional yaitu: kartu kredit konvensional mengutamakan adanya bunga antara 2-4% per bulan sebagai bentuk pengambilan keuntungan terhadap pelunasan tagihan yang dicicil. Nilai ini berbentuk bunga berbunga, sehingga dalam 1 tahun saja nilai bunganya dapat mencapai nilai transaksi awal. Sedangkan dalam kartu kredit syraiah terdapat akad-akad tertentu yang tidak ada dalam sistem konvensional yaitu: akad Ijarah, Kafalah dan Qard.

Oleh karena itu, agar kartu kredit syariah berbeda dengan kartu kredit yang lain yakni mencegah adanya riba, dalam mekanisme kartu kredit syariah terdapat tiga ketentuan yaitu :
1. Goodwill investement. Pengguna wajib menyetor goodwill investement sebesar 10 % dari limit. Hal ini bertujuan agar penggunaan kartu kredit tidak semena-mena.
2. Pembukaan Rekening di Bank yang menerbitkan Kartu kredit Syariah.
3. Pengenaan denda. Dimana denda tersebut akan disumbangkan ke BAZIS dan bukan hak Bank.

Kartu kredit identik dengan denda berlipat-lipat, bunga berbunga. Tidak sedikit nasabah kartu kredit yang dengan mudah mendapatkan kartu tersebut tapi mengalami banyak masalah begitu terjadi sesuatu yang sebetulnya bukan persoalan krusial. Tidak sedikit nasabah pemegang kartu yang terlambat membayar tagihannya karena berbagai alasan akhirnya harus menanggung beban denda bunga kredit cukup besar. Parahnya lagi, jika beban tagihan dan bunga terus membengkak maka nasabah mau tidak mau akan berurusan dengan debt collector.

Kini, instrumen kartu kredit mulai memasuki dunia perbankan syariah. Beberapa bank syariah telah menyatakan siap menjaring nasabah pemegang kartu hingga ratusan ribu jiwa. Alasannya, mereka ingin masyarakat memiliki instrumen alternatif selain kartu kredit konvensional yang sudah ada. Selain itu, bisa mempermudah transaksi nasabah

Fasilitas penggunaan kartu kredit syariah merupakan bagian dari pengembangan produk yang dilakukan perbankan syariah untuk menjaring para nasabah, sekaligus memberikan pelayanan kepada nasabah dengan lebih maksimal. Penerbitan kartu kredit syariah, yang semakin menambah variasi produk perbankan syariah, diharapkan dapat memberikan kemudahan dan memberikan keamanan dalam transaksi.

***



Analisis SWOT Kartu Kredit Syariah


Strength atau kelebihan dari kartu kredit syariah dalam upaya pengembangan kartu kredit syariah yang baru di Indonesia dan dapat menjadi kekuatan positif adalah sebagai berikut:
a) Kartu kredit syariah menggunakan akad-akad yang benar-benar sesuai dengan syariat Islam.
b) Merupakan pilihan terbaik dalam kartu kredit yang tidak ada aplikasi bunga.
c) Dalam aspek legal, sifat perjanjian yang dimiliki kartu kredit syariah memenuhi syarat syariah yang mampu memberi rasa aman kepada peserta asuransi syariah, selain unsur duniawi semata


Weakness atau kekurangan dari kartu kredit syariah adalah:
a) Dalam hal pemasaran, pemasaran Kartu kredit syariah relatif masih terbatas dibanding dengan kovensional
b) Kompleksitas dalam administrasi syariah (misal: perhitungan denda/ta’widh)
c) Pemberian limit yang masih relatif lebih kecil dibanding dengan limit pada kartu kredit konvensional
d) Lemahnya dodislisasi untuk mengkomunikasikan keunggukan Kartu Kredit Syariah
e) Penggunaan jenis akad yang masih kurang familiar di masyarakat yang memungkinkan timbulnya keraguan.


Opportunity atau peluang dari kartu kredit syariah adalah:
a) Keunggulan konsep kartu kredit syariah yang dapat memenuhi peningkatan tuntutan pengharaman bunga pada kartu kredit konvensional.
b) Jumlah penduduk beragama Islam lebih dari 180 juta orang (sekitar 80%).
c) Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk bermuamalah sesuai syariah, tumbuh subur khususnya pada masyarakat golongan menengah.
d) Meningkatnya kebutuhan kartu kredit yang syariah karena faktor perkembangan ekonomi umat.


Threat atau faktor yang masih merupakan ancaman atau tantangan bagi perkembangan kartu kredit syariah di Indonesia adalah:
a) Era globalisasi yang membuat adanya kartu kredit konvensional baik yang berasal dari dalam atau luar negeri yang memiliki fasilitas yang lebih baik.
b) Lemahnya pengetahuan masyarkat mengani kartu kredit syariah.
c) Citra perbankan syariah sendiri belum familiar di mata masyarakat.
d) Jenis kartu kredit syariah yang ada sekarang belum mendukung secara optimal untuk perkembangan kartu kredit syariah.
e) Belum ada UU dan PP yang secara khusus mengatur kartu kredit syariah. (Hanya ada Fatwa MUI)


***


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Dewasa ini, beberapa lembaga perbankan syariah mulai membuat terobosan dengan menerbitkan kartu kredit syariah. Kartu kredit tersebut secara umum bentuknya dan penggunaannya hampir sama dengan kartu kredit konvensional. Namun terdapat beberapa hal yang membedakan antara kartu kredit konvensional dengan kartu kredit syariah.

Dalam pembukaan kartu kredit syariah, nasabah disyaratkan untuk membuka tabungan yang dananya minimal 10% dari limit kartu kredit yang di terima oleh nasabah dimaksud. Dana dari tabungan yang dibuka tersebut, akan diblokir dan digunakan sebagai jaminan pelunasan tagihan dari kartu kredit yang diterima nasabah. Hal ini dilakukan ditujukan untuk mengurangi risiko dari bank syariah yang bersangkutan agar tidak “dibobol” oleh nasabah yang tidak bertanggung jawab. Di satu sisi, ketentuan tersebut baik untuk mengontrol pengeluaran dari nasabah yang bersangkutan, agar tidak melakukan transaksi yang berlebihan (israf).

Kemudian, dana yang diblokir oleh bank syariah dimaksud bukan merupakan dana yang idle, karena pihak bank syariah akan membuat akad perjanjian dengan sistem mnudharabah sebagaimana halnya tabungan biasa, dengan akad/perjanjian mudaharabah mutlaqah yang meliputi akad Ijarah, Kafalah dan Qardh. Bank akan nmengelola dana tersebut, dan memberikan bagi hasil kepada nasabah dengan nisbah tertentu yang dihitung dari saldo harian nasabah setelah dikurangi dengan pajak-pajak. Jika suatu saat nasabah berkeinginan untuk menutup kartu kreditnya, maka apabila tidak ada tunggakan kewajiban yang harus ditanggung oleh nasabah yang bersangkutan, maka nasabah tersebut juga bisa menutup tabungan yang dananya di blokir tersebut dan mengambil seluruh sisa dana yang tersimpan.

Namun tercatat hanya sekitar 20% yang menggunakan kartu kredit syariah dari total pengguna kartu kredit. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya karena minimnya pengetahuan mengenai konsep syariah walaupun beragama Islam. Banyak umat muslim yang belum paham mengenai konsep syariah dan menggunakan konsep syariah. Padahal, dalam Islam terdapat tuntunan untuk menggunakan konsep syariah. Selain itu, layanan dari bank yang menyediakan produk kartu kredit syariah tersebut juga terkadang belum bisa lebih baik dari bank konvensional. Sehingga tercipta kesan tidak profesional atau tidak lebih baik dari bank konvensional.


Saran

Setelah mengetahui dan menganalisis SWOT (strength, weakness, opportunity, dan threat) dari kartu kredit syariah, dapat diambil solusi mengenai bagaimana cara mengoptimalkan kekuatan dan peluang yang dimiliki serta menghindari ancaman dan menutupi kekurangan atau bahkan menjadikannya sebagai kesempatan. Walaupun peranan kartu kredit syariah sebagai alternatif pembayaran barang dan jasa masih kurang, tidak menutup kemungkinan beberapa tahun kedepan dapat menjadi main alternatif. Salah satunya dengan memanfaatkan kekuatan masyarakat Indonesia yang jumlah penduduk Islamnya mencapai 80%. Terlebih apabila pemerintah berhasil memperjuangkan prinsip ekonomi syariah dengan hukum negara seperti UU maupun PP, tak mengherankan apabila penggunaan dan peran kartu kredit syariah sebagai alternatif pembayaran dapat melebihi kartu kredit konvensional.


Holiday is end!

Setelah post dibawah ini "Holiday is coming", now, Holiday is end! Nggak kerasa seminggu lagi udah masuk kuliah, dan welcome semester tiga. Semoga di semester tiga ini aku bisa lebih baik lagi, amiiin. Alhamdulillah setelah mengalami peningkatan IP, (dan satu nilai A+ buat mata kuliah Bahasa Indonesia) semester harus ini lebih semangat.

Nggak seperti semester dua lalu, saat masa awal longdistance relationship, menghadapi semester tiga ini aku harus lebih tegar dan lebih kuat menyelesaikan kuliahku dengan baik selama ditinggal dia merantau. Dulu yang biasanya apa-apa minta tolong dia, sekarang aku udah terlatih untuk mandiri. Udah mulai bisa enggak ngeluh waktu tugas numpuk, udah bisa belajar akuntansi sendiri tanpa minta diajarin dia. Semoga kedepannya hubunganku sama dia bisa lebih baik lagi, amiin.

Liburan kali ini berbeda dengan liburanku jaman SMA dulu. Kalo dulu cuma pergi keluar kota beberapa hari, kali ini I spent my holiday at Kediri. Kalian tau Pare, Kampung Inggris? Ya disanalah aku. Belajar cap cis cus bahasa Inggris. Niat awalnya sih cuma mau ngabisin waktu liburan aja, tapi ternyata banyak ilmu yang aku dapet disana. Walaupun cuma dua minggu, rasanya tetep berkesan dihati. Ini pertama kalinya aku stay di luar Jogja. Lain waktu aku post detailnya aku disana ^_^