Kamis, 15 Maret 2012

Konsep Pemasaran Holistik dalam Pengaplikasian Undang-undang Perlindungan Konsumen: Studi Kasus Susu Formula Berbakteri



I - Pendahuluan 

Latar Belakang Masalah 
Konsep pemasaran holistik adalah konsep pemasaran yang mulai sering dipakai pada akhir dekade ini. Komponen dalam orientasi pemasaran ini ada empat, relationship marketing, integrated marketing, internal marketing dan social responsibility marketing. Konsep pemasaran holistik ini adalah perkembangan dari konsep pemasaran biasa. Konsep pemasaran biasa adalah konsep penjualan produk yang tidak hanya berasumsi pada penjualan yang tinggi sehingga profit meningkat, namun pula memperhatikan kepuasan dari pelanggan. Konsep ini memperhatikan pentingnya research and development dalam pengembangan produknya. Sedangkan dalam konsep pemasaran holistik, dikembangkan pentingnya keetisan dalam penjualan produk. Kepentingan semua stakeholder yang terkait, diperhatikan dalam konsep ini, terutama adalah konsumen. 

Pada beberapa saat yang lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya informasi mengenai penelitian research and development (yang biasa dilakukan pada konsep pemasaran biasa) suatu produk yang mengungkapkan sekitar 22,73 persen susu formula dan 40 persen makanan bayi telah tercemar bakteri Enterobacter Sakazakii. Bakteri Enterobacter Sakazakii sendiri adalah bakteri yang dapat menyebabkan berbagai macam infeksi seperti infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi, osteomyelitis, dan infeksi mata. Informasi tersebut telah mengakibatkan keresahan di masyarakat pada umumnya, khususnya keluarga-keluarga yang memberikan susu formula kepada anak-anaknya. 

Kasus diatas merupakan salah satu contoh kasus mengenai kurangnya perlindungan terhadap konsumen. Padahal, di Indonesia sendiri telah ada berbagai undang-undang yang membahas tentang perlindungan konsumen. Tidak dipenuhinya hak-hak konsumen seperti diatas tentunya sangat merugikan bagi konsumen yang dengan keadaan tertentu selalu memberikan susu formula sebagai pengganti air susu ibu. Sebenarnya, hal ini bisa diantisipasi apabila perusahaan menggunakan konsep pemasaran holistik. Dalam konsep pemasaran holistik ini, mengatur mengenai sisi-sisi keetisan dalam sebuah perusahaan memasarkan produknya. Konsep ini akan sangat membantu konsumen dalam mendapatkan hak-haknya. 

Rumusan Masalah 
Pada bulan Februari 2008 silam, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya informasi mengenai penelitian dari Dr. Sri Estuningsih (Peneliti dari IPB) yang mengungkapkan sekitar 22,73 persen susu formula dan 40 persen makanan bayi telah tercemar bakteri Enterobacter Sakazakii. Informasi tersebut telah mengakibatkan keresahan di masyarakat pada umumnya, khususnya keluarga-keluarga yang memberikan susu formula kepada anak-anaknya. 

Atas hasil penelitian tersebut, seorang konsumen yang memiliki anak balita mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia melakukan hal tersebut karena ia khawatir memberikan susu formula bagi anak-anaknya. Sedangkan sebelum adanya informasi penelitian tersebut, si konsumen telah memberikan susu formula bagi anak-anaknya sejak berumur enam bulan. Dalam gugatannya, ia menggugat IPB sebagai lembaga yang meneliti, BPOM RI, dan Menteri Kesehatan RI. 

Gugatan ini didasari oleh keresahan dari konsumen terhadap hasil penelitian yang dipublikasikan oleh IPB. Hasil penelitian tersebut hanya menyatakan susu-susu formula yang beredar di masyakarakat telah tercemar Enterobacter Sakazakii, tetapi tidak mempublikasikan merek-merek susu apa saja yang telah terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut. 



II – Pembahasan 

Konsep pemasaran holistik adalah konsep pemasaran yang merupakan perkembangan dari konsep pemasaran biasa dan banyak dipakai pada akhir dekade ini. Konsep pemasaran holistik merupakan penyampaian nilai kepada para konsumen atau pelanggan dan mengkomunikasikan nilai tersebut kepada pelanggan. Komponen dalam orientasi pemasaran ini ada empat, relationship marketing, integrated marketing, internal marketing dan social responsibility marketing. 

1. Integrated marketing merupakan sebuah penggabungan aktivitas-aktivitas dan program-program dari marketing atau pemasaran yang dimaksudkan untuk membuat, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai kepada pelanggan. 

2. Internal marketing merupakan kegiatan-kegiatan pemasaran yang dilakukan dalam perusahaan yang hubugannya dengan departemen lain dan top management. Seperti hubungannya dengan pengadaan karyawan, pelatihan, dan memotivasi karyawan. 

3. Relationship marketing merupakan kegiatan pemasaran yang membina hubungan dengan bagian-bagian, organisasi-organisasi, atau lainnya, baik yang terhubung secara langsung atau pun tidak langsung yang memberi kontribusi untuk pencapain tujuan baik dalam organisasi, khususnya pada bagian pemasaran. 

4. Social responsibility marketing merupakan pemasaran dimana berhubungan dengan masyarakat, baik itu komunitas maupun masyarakat secara luas, etika dalam menjalankan kegiatan 

Relationship marketing berkembang dalam dunia bisnis karena para pelaku bisnis dalam hal ini adalah perusahaan menyadari bahwa untuk mengembangkan dan mempertahankan suatu bisnis, tidak hanya dengan mendapat konsumen yang banyak tetapi juga bagaimana caranya mendapatkan konsumen, memeliharanya dan mempertahankan konsumen tersebut. 

Menurut Keegan, Duncan, dan Moriaty (1995), relationship marketing adalah pendekatan pemasaran pada konsumennya yang meningkatkan pertumbuhan jangka panjang perusahaan dan kepuasan maksimum konsumen. Konsumen yang baik merupakan suatu aset dimana bila ditangani dan dilayani dengan baik akan memberikan pendapatan dan pertumbuhan jangka panjang bagi suatu perusahaan. Kotler (1997) juga menyebutkan bahwa relationship marketing merupakan suatu praktik membangun hubungan jangka panjang yang memuaskan dengan pihak-pihak kunci meliputi konsumen, pemasok, dan penyalur guna mempertahankan preferensi dan bisnis dalam jangka panjang. 

Kasus Enterobacter Sakazakii 

Pada tanggal 20 Agustus 2008, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut dan memerintahkan adalah IPB, BPOM RI dan Menteri Kesehatan RI untuk mempublikasikan hasil penelitian tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh IPB perlu dipublikasikan tidak terbatas pada nama-nama dan jenis produk susu formula yang terkontaminasi Enterobacter Sakazakii secara transparan dan detail, pada media massa baik cetak maupun elektronik. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung yang di dalam putusannya menyatakan bahwa hasil penelitian yang menyangkut hajat hidup orang banyak wajib dipublikasikan. 

Namun, sampai lebih dari dua minggu dari keputusan itu diterbitkan, pihak IPB, BPOM RI dan Menteri Kesehatan RI tidak mau mentaati putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Sehingga, masyarakat konsumen Indonesia belum mendapatkan informasi yang utuh dan menyeluruh mengenai nama-nama dan jenis susu formula yang terkontaminasi Enterobacter Sakazakii. Bahkan dalam sebuah sumber, diketahui bahwa IPB mengajukan Peninjauan Kembali terhadap Putusan tersebut pada Mei 2011. 

Sikap IPB, BPOM RI dan Menteri Kesehatan RI ini didukung pula oleh beberapa Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia, antara lain: Universitas Indonesia, Universitas Andalas, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Sumatera Utara. Mereka mengajukan bantahan terhadap Eksekusi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan kode etik penelitian. 

Dengan sikap IPB, BPOM RI, dan Menteri Kesehatan RI, yang didukung oleh empat Perguruan Tinggi Negeri, menolak perintah pengadilan untuk mempublikasikan jenis-jenis susu formula yang terkontaminasi Enterobacter Sakazakii, maka masyarakat konsumen Indonesia tidak dapat mengetahui dampak negatif pemakaian susu formula yang dikonsumsinya. Serta tidak mengetahui nama-nama dan jenis susu formula yang terkontaminasi bakteri tersebut. Sehingga, hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang seperti yang dijamin UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen telah dilanggar oleh Pihak IPB, BPOM RI dan Menteri Kesehatan RI. 

UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya. 



III - Kesimpulan 

Konsep pemasaran holistik, dalam hal ini adalah relationship marketing berkembang dalam dunia bisnis karena para pelaku bisnis dalam hal ini adalah perusahaan menyadari bahwa untuk mengembangkan dan mempertahankan suatu bisnis, tidak hanya dengan mendapat konsumen yang banyak tetapi juga bagaimana caranya mendapatkan konsumen, memeliharanya dan mempertahankan konsumen tersebut. 

Pentingnya kepuasan konsumen diakomodir dalam konsep pemasaran biasa dan konsep pemasaran holistik. Perusahaan mulai menyadari pentingnya kepuasan konsumen untuk menjaga agar produknya tetap menguasai pangsa pasarnya. Kepuasan konsumen ini sendiri dapat diukur dari terpenuhinya nilai-nilai atau hak-hak konsumen. Nilai-nilai yang dimiliki konsumen harus dipenuhi oleh produk ini, agar terciptanya kepuasan konsumen. 

Masing-masing konsumen mempunyai ekspektasi sendiri-sendiri terhadap suatu produk. Ekspektasi inilah yang akan menjadi tolak ukur kepuasan konsumen. Sebagai perusahaan yang hendak mendapatkan profit dari penjualan produknya, perusahaan harus mengetahui ekspektasi konsumennya. Perusahaan memerlukan riset atau penelitian untuk menciptakan nilai suatu produk (produknya) mampu melingkupi ekspektasi dari konsumen tersebut dan menciptakan kepuasan konsumen. Namun, dalam konsep pemasaran biasa, setelah kepuasan konsumen ini tercapai, konsep ini akan berhenti. Sedangkan dalam konsep pemasaran holistik, tercapainya kepuasan konsumen dari terpenuhinya eskpektasi konsumen belumlah ter-cover tanpa adanya keetisan dalam prosesnya. 

Salah satu sisi keetisan yang terkait dalam kasus ini adalah perlindungan hak-hak konsumen mengenai informasi mengenai produk secara jelas. Dalam kasus ini disebutkan bahwa adanya informasi mengenai penelitian dari Dr. Sri Estuningsih (Peneliti dari IPB) yang mengungkapkan sekitar 22,73 persen susu formula dan 40 persen makanan bayi telah tercemar bakteri Enterobacter Sakazakii namun tidak menyebutkan merek dan produk dari susu formula dan makanan bayi tersebut. Informasi ini tentunya mengakibatkan keresahan di masyarakat pada umumnya, khususnya konsumen keluarga-keluarga yang memberikan susu formula kepada anak-anaknya. 

Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk yang dibeli. Termasuk dalam hal ini adalah informasi atas merek dan produk susu formula dan makanan bayi apa saja yang tercemar bakteri tersebut. Namun dari kasus ini, kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan hanya dianak tirikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus lain juga banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. 

Tujuan perlindungan konsumen lebih lanjut terkandung dalam UU Perlindungan Konsumen. Perlindungan konsumen ini pula dianut dalam konsep pemasaran holistik. Sehingga, dalam aplikasinya, perusahaan yang menganut konsep pemasaran holistik akan secara langsung mematuhi undang-undang yang melindungi konsumen. 

Selain UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, terdapat pula undang-undang mengenai tujuan perlindungan konsumen. Undang-undang tujuan perlindungan konsumen lebih lanjut terkandung dalam pasal 3 UU Perlindungan Konsumen. Tujuan dari perlindungan konsumen ini hampir sama dengan tujuan yang ada dalam konsep pemasaran holistik. Aplikasi-aplikasi tindakan yang ada dalam konsep pemasaran holistik mencakup pasal 3 UU Perlindungan Konsumen, yaitu: 

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. 

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. 

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. 

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. 

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. 

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 

Dengan diaplikasikannya konsep pemasaran holistik untuk proses pemasaran suatu perusahaan akan menekan bentuk-bentuk ketidak-etisan yang terjadi selama proses pemasaran tersebut. Kesan konsumen yang hanya dianak tirikan karena kecurangan maupun ketidak-etisan oleh para produsen tidak akan terjadi pada konsep ini. Tentunya tidak akan lagi terdapat kasus seperti diatas. Tidak akan ada gugat menggugat antara konsumen dengan produsen mengenai hal-hal yang sifatnya merugikan konsumen. Perusahaan dengan sendirinya akan lebih peduli pada hak-hak konsumen dengan menghilangkan semua bentuk kecurangan maupun ketidak-etisan. Konsep pemasaran holistik ini juga akan mendukung pelaksanaan undang-undang perlindungan konsumen yang ada di Indonesia yang selama ini belum sepenuhnya dipatuhi.