Sabtu, 15 Desember 2012

My Experience in Business Negotiation Class

PENJUAL
Resistance Point: 70 juta
Target Point: 90 juta
Initial Offering: 100 juta
Settlement Point: 80 juta

Sebagai penjual mobil Peugeot 206, saya menawarkan mobil keluaran tahun 2001 itu sebesar 100 juta nego kepada salah seorang pembeli. Pembeli tersebut bertanya mengenai spesifikasi mobil saya kemudian saya jelaskan mulai dari tahun pembuatan, kepemilikan, warna cat, interior, serta perawatan yang saya lakukan. Pembeli langsung berkomentar bahwa harga 100 juta untuk mobil keluaran tahun 2001 itu terlalu mahal. Saya memberikan alasan bahwa harga untuk mobil eropa memang lebih tinggi dibandingkan mobil buatan Jepang atau Korea lainnya yang bisa didapatkan dengan harga kurang dari 100 juta. Desain dari mobil eropa sendiri juga termasuk classic dibandingkan dengan mobil lainnya. Pembeli mengatakan bahwa harga yang layak adalah 65 juta. Melihat range tawaran yang besar, saya menurunkan harga hingga 90 juta tetap dengan alasan bahwa harga tersebut tidak bisa dibandingkan dengan mobil buatan Asia. Ia pun menaikkan tawaran menjadi 70 juta. Saya berkata masih belum bisa, kemudian saya melakukan penawaran lagi dengan harga tetap tetapi menyediakan jasa check kondisi mobil pada bengkel langganan saya. Ia menyetujui tetapi tetap meminta untuk menurunkan harga. Karna 90 juta adalah target poin saya, saya berusaha mempertahankan harga dengan mengajak melihat interior mobil yang rutin saya rawat. Ia berusaha menurunkan harga dengan membandingkan harga dengan penjual lain, tetapi saya menanggapinya dengan “Dicek dulu lho mbak, jangan jangan harga segitu sparepartnya gak asli karna cari sparepart disini emang susah. Kalo mobilku ini dari awal sparepart asli, ini aku telpon ya bengkel langgananku buat ngecek sparepart biar mbak percaya.” Dari hal ini kami menemui deadlock, dengan beberapa kali menurunkan harga jual dan menaikkan harga beli akhirnya didapatlah harga tengah 80 juta sebagai settlement point jual beli mobil kami. 

BCG's Matrix

Boston Consulting Group (BCG), perusahaan konsultan manajemen terkemuka, mengembangkan dan mempopulerkan matriks pertumbuhan pangsa (growth-share matrix). Tingkat pertumbuhan pasar di sumbu tegak menunjukkan tingkat pertumbuhan pasar tahunan di tempat bisnis itu beroperasi. Rentang pertumbuhannya dari 0 persen sampai 20 persen. Tingkat pertumbuhan pasar di atas 10 persen dianggap tinggi. Pangsa pasar relatif, yang diukur di sumbu mendatar, menunjukkan pangsa pasar relatif SBU dibandingkan pesaing terbesarnya dalam segmen itu. Pangsa pasar relative menggambarkan ukuran kekuatan perusahaan di pasar itu. Pangsa pasar relatif 0,1 berarti volume penjualan perusahaan hanya 10 persen dari volume penjualan pemimpin pasar. Dan 10 artinya SBU perusahaan tersebut memimpin pasar dengan penjualan sebesar 10 kali lipat dari pesaing terbesar terdekatnya. Pangsa pasar relatif dibagi menjadi pangsa pasar tinggi dan pangsa pasar rendah, dengan 1,0 sebagai garis pembatasnya. Pangsa pasar relatif digambarkan dalam skala logaritma, sehingga jarak yang sama menunjukkan peningkatan persentase yang sama. Matriks pertumbuhan-pangsa pasar dibagi menjadi empat sel, masing-masing menunjukkan jenis bisnis yang berbeda:

1. Tanda Tanya (Question mark): Bisnis (SBU) yang berada di wilayah tanda tanya berarti beroperasi dengan pertumbuhan pasar yang tinggi namun memiliki pangsa pasar yang rendah. Perusahaan harus mengeluarkan dana yang besar untuk investasi kembali untuk mengikuti pertumbuhan pasar yang cepat. Dan juga untuk mengambil alih peran pemimpin pasar. Tetapi perusahaan juga dapat memilih apakah tetap mengucurkan dana ke bisnis ini atau tidak. Perusahaan dalam gambar di atas memiliki tiga bisnis dalam kategori tanda tanya, yang mungkin terlalu banyak baginya.

2. Bintang (Star): Bisnis perusahaan di sini menjadi pemimpin pasar. Karena berada di pasar yang tumbuh dengan cepat dan mempunyai pangsa pasar yang besar. Bintang tidak lantas menghasilkan arus kas positif bagi perusahaan. Perusahaan harus mengeluarkan banyak uang supaya tumbuh secepat pertumbuhan pasar dan mampu menghadapi serangan pesaingnya. 

3. Sapi Perah (Cash Cow): Bintang dengan tingkat pertumbuhan mulai merosot yang masih memiliki pangsa pasar yang relatif terbesar dan menghasilkan banyak uang kas bagi perusahaan tersebut. Perusahaan tidak perlu lagi membiayai ekspansi karena pertumbuhan pasar telah melambat. Karena SBU tersebut merupakan pemimpin pasar, dia dapat menikmati skala ekonomis dan margin laba yang lebih tinggi. Perusahaan menggunakan bisnisnya di daerah sapi perah ini untuk membayar tagihan operasional sehari-hari dan untuk mendukung bisnis lainnya. 

4. Anjing (Dog): Bisnis yang memiliki pangsa pasar yang rendah di pasar yang tumbuh dengan lambat. Perusahaan perlu mempertimbangkan apakah SBU anjing memang patut dipertahankan dengan alasan yang kuat (misalnya, adanya harapan bahwa tingkat pertumbuhan pasar akan berubah atau adanya kemungkinan baru untuk menjadi pemimpin pasar). Setelah menempatkan berbagai bisnisnya ke matriks pertumbuhan-pangsa pasar, perusahaan harus memutuskan apakah portofolio bisnisnya sehat. Portofolio yang tidak seimbang adalah yang mempunyai terlalu banyak anjing atau tanda tanya dan terlalu sedikit bintang serta sapi perah. 

Tugas perusahaan selanjutnya adalah menentukan tujuan, strategi, dan anggaran yang diberikan kepada masing-masing SBU. Ada empat strategi yang dapat dilakukan: membangun, mempertahankan, memanen, atau melepaskan (divestasi). Membangun itu cocok untuk tanda tanya yang pangsa pasar nya harus ditingkatkan supaya dia dapat menjadi bintang. Strategi mempertahankan itu cocok untuk sapi perah yang kuat agar dia dapat terus memberikan arus kas positif yang besar. Tujuan strategi memanen adalah meningkatkan arus kas jangka pendek SBU dengan mengabaikan akibat jangka panjangnya. Strategi memanen adalah keputusan untuk menghasilkan uang dari “tumbuhan yang sudah siap dipanen” atau “menggemukkan bisnisnya.” Strategi memanen umumnya mencakup penghapusan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, tidak mengganti pabrik fisik, tidak mengganti tenaga penjual, mengurangi pengeluaran iklan, dan lain-lain. Strategi itu cocok untuk sapi perah yang lemah yang memiliki masa depan suram dan yang pada akhirnya justru memerlukan suntukan dana yang lebih besar. Strategi itu juga diterapkan pada kategori tanda tanya dan anjing. Tujuan strategi melepaskan (divest strategy) adalah menjual atau melikuidasi bisnis tertentu karena sumber daya akan lebih baik digunakan di tempat lain. Strategi itu cocok untuk unit bisnis kategori anjing dan tanda tanya yang menghambat laba perusahaan. 

Ringkasan Materi: Need Theories


Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) 

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan fisiologikal (physiological needs) seperti : rasa lapar, haus, istirahat.
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual.
3. Kebutuhan akan kasih sayang (love needs). 
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status.
5. Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. 

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa:
1. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang.
2. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. 
3. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. 


Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG) 

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa:
1. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya. 
2. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
3. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. 


Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik. 


McClelland’s Needs for Achievement, Affiliation, and Power

Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achievement), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi (affiliation). 

1. Need of Achievement : Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah. n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut. 

2. Need of Power : Kebutuhan akan kekuasaan (n-POW)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. 

3. Need of Affiliation : Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-AFFIL) 
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi. 

Analisis Marketing Plan Produk Dagadu PT Aseli Dagadu Djokdja


Heii this was my assigment from marketing management class when I was in forth semester. My teacher asked me to make analysis of marketing plan. This analysis refers to some company which located in Yogyakarta. Then I decided "Dagadu" for my subject of analysisi. Here is the report:


LATAR BELAKANG MASALAH

PT. Aseli Dagadu Djogja berdiri tanggal 9 Januari 1994 di mana pertama kali berjualan di Mall Malioboro Yogyakarta setelah sebelumnya diawali dari beberapa kegiatan komunitas. Didirikan atau dimotori oleh mahasiswa dan alumni mahasiswa teknik arsitektur UGM yang mempunyai minat yang sama tentang kepariwisataan dan perkotaan. Dua puluh lima orang yang sering berkumpul dalam suatu kegiatan waktu itu bersama-sama mendirikan PT. Aseli Dagadu Djogja. Minat terhadap bidang kepariwisataan dan perkotaan, kesukaan desain grafis khususnya kaos, diskusi tentang teori dan realitas yang kerap dilakukan merupakan faktor internal pendorong didirikannya PT. Aseli Dagadu Djogja. Dari sisi eksternal, adanya penawaran untuk berjualan di mall malioboro menjadi sebuah kesempatan menjual kaos. Kaos menjadi pilihan karena produk inilah yang paling familiar dengan mereka saat itu. 

Pada perkembangannya, produk kaos yang telah melekat pada brand Dagadu Djogdja dikembangkan menjadi beberapa produk lainnya, misalnya produk distro khas Yogyakarta (yang sekarang bernama Omus), juga souvenir-souvenir khas Yogyakarta lainnya kaos seperti tas kain, gantungan kunci, gambar temple atau stiker, topi,yang pada akhirnya diberi nama HirukPikuk. Namun, perkembangan PT. ADD ini pula diiringi oleh pesaingnya yang sama-sama mengangkat tema “Oleh-oleh Khas Yogyakarta”. Hal ini menjadikan sebuah persaingan dalam bisnisnya. Dalam produk yang sama, yaitu kaos oblong, terdapat brand atau merek Djoker (Djogja Keren) serta beberapa brand lainnya yang skalanya lebih kecil. Beberapa hambatan lainnya dapat pula berupa pembajakan produk. Keberadaan dari Dagadu telah banyak diserupai oleh para pembajak. Pembajak ini menggunakan logo yang hamper mirip dengan Dagadu, namun secara garis besar logo ini adalah sama. Sehingga konsumen yang tidak teliti dapat pula salah membeli produk illegal ini. Selain itu, harga yang ditetapkan oleh para pembajak tersebut cenderung lebih murah. Untuk konsumen yang membeli dalam jumlah yang banyak, produk dagadu illegal ini dapat pula menjadi alternatif untuk mendapatkan harga yang lebih murah. 


RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana brand review dari produk Dagadu PT. ADD?
2. Seberapa besar market competition yang dihadapi PT. ADD?
3. Apa analisa SWOT untuk PT. ADD?


TUJUAN

1. Untuk mengetahui brand review dari produk Dagadu PT. ADD.
2. Untuk mengetahui market competition dari produk Dagadu PT. ADD.
3. Untuk mendapatkan analisa SWOT yang berguna untuk pengambilan kebijakan pemasaran bagi PT. ADD.


LANDASAN ANALISIS

Proses pengantaran nilai kepada konsumen memandang pandangan tradisional dari pemasaran adalah perusahaan membuat sesuatu lalu menjualnya. Di sini pemasaran berperan pada tahap kedua dari proses ini. Pandangan kedua adalah urutan penciptaan dan pengantaran nilai. Terdiri dari tiga fase yaitu : 

1. Fase pertama: memilih nilai, merupakan tugas besar yang harus dikerjakan pemasaran sebelum produk muncul. Staf pemasaran harus mensegmentasi pasar, memilih pasar sasaran yang sesuai, dan menyusun penentuan posisi nilai tawaran. Rumusan 'segmentasi (segmentation), penentuan sasaran (targeting), dan penentuan posisi (positioning)-STP” adalah esensi dari pemasaran strategis. 
2. Fase kedua: memberikan nilai. Pemasaran harus menentukan fitur, harga, dan distribusi produk secara spesifik sebagai bagian dari pemasaran taktis. 
3. Fase ketiga: mengkomunikasikan nilai. Di sini berlangsung pemasaran taktis selanjutnya yang meliputi penggunaan tenaga penjual, promosi penjualan, periklanan, dan alat promosi lainnya untuk menginformasikan dan mempromosikan produk tersebut. 

Michael Porter dari Harvard telah mengajukan rantai nilai sebagai alat untuk mengidentifikasi cara menciptakan lebih banyak nilai konsumen. Menurut model ini, setiap perusahaan adalah suatu penyatuan aktivitas-aktivitas merancang, memproduksi, memasarkan, mengantarkan, dan mendukung produknya. Rantai nilai mengidentifikasi sembilan aktivitas strategis yang menciptakan nilai dan biaya dalam suatu bisnis tertentu. Sembilan aktivitas ini terdiri dari lima aktivitas pokok (primary activities) dan empat aktivitas pendukung (support activities). 

Aktivitas pokok meliputi urutan dari mendatangkan material ke inbound logistic perusahaan lalu diolah menjadi produk akhir, mengapalkan atau mengantarkan produk akhir (outbound logistic), memasarkannya, dan melayaninya. Sedangkan aktivitas pendukung meliputi procurement, pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia, dan infrastruktur perusahaan. 

Tiga karakteristik Core Competence: 

1. Merupakan keuntungan kompetitif yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap manfaat yang dipersepsikan konsumen. 
2. Dapat diaplikasikan. 
3. Sulit ditiru oleh pesaing. 

Pemasaran yang sukses mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai kemampuan memahami, menciptakan, menangkap, dan memelihara nilai konsumen. Untuk memahami marketing manajemen, kita harus mengerti perencanaan strategis. Kebanyakan perusahaan besar terdiri dari empat level organisasi: level korporasi, level divisi, level unit bisnis, dan level produk. Kantor pusat korporasi bertanggung jawab merancang rencana strategis korporasi untuk memandu keseluruhan perusahan. Kantor pusat tersebut membuat keputusan mengenai jumlah dukungan sumber daya yang harus dialokasikan ke masing-masing divisi, dan bisnis apa yang akan dimulai atau yang dihapuskan. Masing-masing divisi menetapkan rencana divisi yang mencakup pengalokasian dana ke masing-masing unit bisnis di dalam divisi tersebut.Masing-masing unit bisnis membuat rencana strategis unit bisnis untuk membuat unit bisnis itu menguntungkan di masa depan. Akhirnya, masing-masing level produk (lini produk, merek) di dalam unit bisnis tertentu membuat rencana pemasaran untuk mencapai tujuannya di pasar produk tersebut. Rencana pemasaran dilaksanakan pada dua level: strategis dan taktis. Rencana pemasaran strategis membentangkan pasar sasaran dan proposisi nilai yang akan ditawarkan,berdasarkan pada analisis tentang peluang pasar yang terbaik. Rencana pemasaran taktis merinci taktik pemasaran, yang mencakup fitur produk, promosi, perdagangan, penetapan harga, saluran distribusi,dan pelayanan. 

Rencana pemasaran merupakan alat utama untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan usaha pemasaran saat ini, departemen pemasaran tidak menetapkan rencana pemasaran sendiri. Rencana itu dibuat oleh tim, dengan masukan dan rambu-rambu dari setiap fungsi yang penting. Rencana itu kemudian diterapkan pada level organisasi yang tepat. Hasil yang dicapai dimonitor, dan tindakan perbaikan dilakukan pada saat diperlukan. 


PEMBAHASAN 

Bagi masyarakat Yogyakarta, kata Dagadu sudah ada sejak beberapa dasawarsa lalu dikenal sebagai umpatan: “matamu”. Inilah bahasa walikan, bahasa slang orang Yogyakarta yang disusun dengan cara membalik empat baris huruf Jawa. Itulah sebabnya kenapa logo Dagadu Djokdja bergambar mata. Tetapi bagi Dagadu Djokdja, mata bukan semata-mata logo. Mata adalah idiom yang lekat dengan citra kreatifitas, dunia rancang merancang. Dalam khasanah budaya Jawa, mata adalah mripat, yang konon kabarnya berdekatan makna dengan kata ma’rifat, yang dimaknai sebagai keinginan agar dapat memberikan manfaat bagi diri dan lingkungannya. Mata pun menjadi sarana utama untuk sightseeing, jalan-jalan sambil menikmati suasana dan panorama kota. Maka Dagadu berharap dapat mempresentasikan kepedulian terhadap masalah perkotaan dan kepariwisataan di Yogyakarta. 

PT. Aseli Dagadu Djogja berdiri tanggal 9 Januari 1994 di mana pertama kali berjualan di Mall Malioboro Yogyakarta setelah sebelumnya diawali dari beberapa kegiatan komunitas. Didirikan atau dimotori oleh mahasiswa dan alumni mahasiswa teknik arsitektur UGM yang mempunyai minat yang sama tentang kepariwisataan dan perkotaan. Dua puluh lima orang yang sering berkumpul dalam suatu kegiatan waktu itu bersama-sama mendirikan PT. Aseli Dagadu. 

Minat terhadap bidang kepariwisataan dan perkotaan, kesukaan desain grafis khususnya kaos, diskusi tentang teori dan realitas yang kerap dilakukan merupakan faktor internal pendorong didirikannya PT. Aseli Dagadu. Dari sisi eksternal, adanya penawaran untuk berjualan di mall malioboro menjadi sebuah kesempatan menjual kaos. Kaos menjadi pilihan karena produk inilah yang paling familiar dengan mereka saat itu. 

Produk yang diperjual-belikan Dagadu pada masa awal berdirinya tahun 1994 antara lain adalah kaos oblong, tas kain, gantungan kunci, gambar temple atau stiker, topi, serta pernik-pernik lain dengan desain grafis bertemakan kepariwisataan dan lingkungan kota Yogyakarta maupun segala hal yang berhubungan dengan Yogyakarta dengan tujuan agar produknya menjadi buah tangan bagi para wisatawan-wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Setelah kurang lebih 17 tahun berdiri, PT. ADD telah memiliki banyak diversifikasi usaha dengan tetap mengedepankan kreativitas grafis. Usaha tersebut antara lain Omus, yaitu salah satu anak usaha dagadu yang berkonsep seperti distro yang sedang digandrungi untuk menarik minat pasar anak muda dan remaja. Ada pula unit usaha bernama HirukPikuk, yaitu merupakan cinderamata ditempat wisata, sehingga di setiap tempat wisata yang terdapat HirukPikuk memiliki buah tangan yang merepresentasikan obyek wisata tersebut. Daya Gagas Dunia adalah anak usaha yang menangani keinginan konsumen industry lainnya untuk menghasilkan merchandise ataupun pernik-pernik dengan desain sesuai pesanan. Dagadu juga memiliki majalah bernama KataMata untuk mendukung program pengembangan relationship dengan konsumen dan stakeholder produk-produk PT. Aseli Dagadu Djokdja. 

Market Competition 
Dagadu Djokdja adalah sebuah ikon pariwisata Jogja setelah gudeg, batik, perak, dan bakpia. Namun keberadaannya telah banyak diserupai oleh para pembajak. Namun demikian, PT. Aseli Dagadu Djokdja tiada henti berinovasi. Meskipun banyak pihak lain menjual produknya dengan iming-iming komisi tinggi tanpa peduli pada quality, PT ADD tetap konsisten pada posisi sebagai branded product & exclusive distribution. 

Komitmen PT ADD adalah “Nice Design-Good Quality-Excellent Services”. Semua itu demi memberikan kenangan tersendiri kepada para pembeli, dan menjadikan oleh-olehnya sebagai sesuatu yang lebih bernilai dan memberikan kebanggaan. PT ADD menjual semuanya dengan harga standar, tidak bermaksud membebani pembeli hanya karena desakan komisi tinggi. Dalam batasan-batasan tertentu PT ADD tetap mengutamakan kemitraan dengan stakeholder wisata (Tour Agent, Hotel,Restaurant, Armada/Taksi, dan sebagainya). Selain itu pesaing pasar yang lain adalah cindera mata lain khas Yogyakarta yang semakin bervariasi. Contohnya Coklat Monggo, Bakpia, Cokro,dll. 

”Cinderamata alternatif dari Djokdja” dipilih sebagai product positioning berkait dengan peluang pasar, karakter produk, dan realitas kemampuan perusahaan (terutama dalam hal distribusi) pada saat itu. Ketika terbukti memberikan kontribusi finansial yang sahih, positioning ini terus ditaati bahkan hingga hari ini. Positioning produk sebagai cinderamata memang didahului oleh segmentasi pasar yang membedakan kelompok wisatawan dan bukan wisatawan. Konsekuensinya terhadap strategi produk adalah tuntutan akan selalu hadirnya cerita atau informasi mengenai lokasi tempat cinderamata itu berasal. Cerita itu dipresentasikan dalam ungkapan verbal maupun visual pada produk dan sejumlah gimmick yang menyertainya seperti hangtag, kemasan, visual merchandising, hingga buletin. Cerita yang dikemas dalam bentuk grafis dan diterakan pada tiap produknya menjadi alat utama untuk membedakan cinderamata dengan oleh-oleh biasa. Cerita itu tetap bertahan walaupun lini produk direntang ke berbagai arah sebagai upaya diversifikasi untuk menjawab permintaan pasar. 

Terhadap distribusi, positioning ini mengharuskan penguatan saluran di Yogyakarta. Mandulnya regulasi dan penegakan hukum dalam perlindangan hak cipta, yang membuat pemberantasan pembajakan merek dan produk menjadi demikian sulit dan mahal, menghambat penguatan basis distribusi dalam skala kota sehingga yang dapat dilakukan kemudian hanyalah bombardir komunikasi untuk memperkuat basis distribusi dalam skala gerai. 

Komunikasi memang menjadi titik penting sekaligus genting dalam perjalanan produk Dagadu Djokdja. Pada masa awalnya, komunikasi dilakukan semata-mata melalui produk dan kemasannya, selanjutnya mengandalkan liputan media. Sejak 1996, promosi di media dilakukan secara terencana melalui iklan citra, produk, dan event. Periode 2000-2003 ditandai dengan media relationship yang makin erat, berkait dengan banyaknya event off-air yang diselenggarakan untuk pembentukan komunitas. 

Pemasaran yang sukses mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai kemampuan memahami, menciptakan, menangkap, dan memelihara nilai konsumen. Untuk memahami marketing manajemen, kita harus mengerti perencanaan strategis. Kebanyakan perusahaan besar terdiri dari empat level organisasi: level korporasi, level divisi, level unit bisnis, dan level produk. Dalam hal ini, PT. ADD bertanggung jawab merancang rencana strategis korporasi untuk memandu keseluruhan perusahan. PT. ADD membuat keputusan mengenai jumlah dukungan sumber daya yang harus dialokasikan ke masing-masing divisi, dan bisnis apa yang akan dimulai atau yang dihapuskan. Masing-masing divisi menetapkan rencana divisi yang mencakup pengalokasian dana ke masing-masing unit bisnis di dalam divisi tersebut. Masing-masing unit bisnis membuat rencana strategis unit bisnis untuk membuat unit bisnis itu menguntungkan di masa depan. Misalnya dalam hal ini adalah srategi unit bisnis Omus dan HirukPikuk. Akhirnya, masing-masing level produk (lini produk, merek) di dalam unit bisnis tertentu membuat rencana pemasaran untuk mencapai tujuannya di pasar produk tersebut. Rencana pemasaran dilaksanakan pada dua level: strategis dan taktis. Rencana pemasaran strategis membentangkan pasar sasaran dan proposisi nilai yang akan ditawarkan, berdasarkan pada analisis tentang peluang pasar yang terbaik. Rencana pemasaran taktis merinci taktik pemasaran, yang mencakup fitur produk, promosi, perdagangan, penetapan harga, saluran distribusi,dan pelayanan. 

Rencana pemasaran merupakan alat utama untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan usaha pemasaran saat ini, departemen pemasaran tidak menetapkan rencana pemasaran sendiri. Rencana itu dibuat oleh tim, dengan masukan dan rambu-rambu dari setiap fungsi yang penting. Rencana itu kemudian diterapkan pada level organisasi yang tepat. Hasil yang dicapai dimonitor, dan tindakan perbaikan dilakukan pada saat diperlukan. 


Analisis SWOT 

Kekuatan dari PT. Aseli Dagadu Djogja antara lain adalah: 
1. Merupakan pionir dalam bisnis ini, sehingga telah memiliki kemampanan merk dagang dibanding dengan pesaingnya. 
2. Telah memiliki hak paten dalam hal kreasi produk.
3. Diferensiasi produk yang ditawarkan sangat unik dan dengan harganya yang standar. 
4. Brand Awareness akan Dagadu telah tertanam kuat baik bagi wisatawan yang datang ke Jogja dan warga Jogja sendiri. 
5. Memiliki web resmi sendiri (www.dagadu.co.id). 

Kelemahan yang masih dimiliki oleh PT. Aseli Dagadu Djogja yaitu: 
1. Lokasi gerai resmi dari Dagadu djokdja yang kurang strategis (tidak dekat dengan stasiun, bandara, dan obyek wisata). 
2. Promosi yang kurang gencar (hanya memasang baliho, bekerjasama dengan komunitas-komunitas di Yogyakarta, dan promosi media online melalui Facebook, Twitter, dan web resmi). 

Kesempatan yang ada bagi PT. Aseli Dagadu Djogja: 
1. Yogyakarta adalah daerah industri dan pariwisata, sehingga potensi pasar oleh wisatawan luar daerah bahkan luar negeri sangat besar. 
2. Tingkat kreativitas dan seni yang tinggi di kota Yogyakarta. 
3. Wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri banyak berkunjung ke Yogyakarta. 

Ancaman terhadap eksistensi PT. Aseli Dagadu Djogja:
1. Maraknya pembajakan terhadap desain-desain milik Dagadu. 
2. Mulai banyaknya pesaing sejenis di Yogyakarta. 
3. Mulai banyak variasi cinderamata khas Yogyakarta, misalnya Cokelat Monggo, Cokro, Bakpia Pia, dll. 


KESIMPULAN 

Salah satu penyebab munculnya sebuah peluang usaha adalah melalui kreatifitas atau yang biasa disebut peluang usaha kreatif. Individu yang memiliki tingkat kreatifitas yang tinggi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melihat peluang usaha. Begitu pula dengan Dagadu dengan bermodalkan kreatifitas yang tinggi, Dagadu dapat menciptakan peluang bisnis berupa kaos kata-kata yang banyak diminati. Bahkan produk-produk Dagadu kini menjadi cinderamata asli jogja yang digemari masyarakan lokal, luar jawa maupun turis mancanegara. Namun persaingan usaha yang makin ketat dan pembajakan yang semakin merajalela, PT ADD melakukan beberapa trik untuk memasarkan produknya, misalnya berjualan dengan mendatangi langsung konsumennya dan berjualan secara online. Selain itu, PT ADD juga berinovasi pada produk-produk baru seperti mug, gantungan kunci, buletin, HirukPikuk, Omus, dan lain sebagainya. 

PT. Aseli Dagadu Djogja yang telah berdiri selama 17 tahun. PT ADD ini telah menjadi ikon dalam bisnis oleh-oleh non-makanan di Yogyakarta dengan indikator pengetahuan wisatawan yang datang dari luar Yogyakarta terhadap Dagadu cukup tinggi. Selama ini kita tahu bahwa dagadu telah mampu menjadi produk yang memiliki brand image yang melekat di kalangan masyarakat Indonesia. Selain itu, Dagadu memiliki segmentasi pasar yang beragam dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa. 

Dagadu menerapkan strategi pemasaran diversifikasi, karena ia memiliki produk-produk yang unik,yang tidak umum dijumpai di pasaran. Pengemasan yang ia lakukan pun menarik. Hal ini menunjukkan bahwa Dagadu ingin memberikan yang terbaik untuk konsumen. Akan tetapi ia memiliki kelemahan dalam hal pemasaran, sehingga walaupun ia sudah memiliki image yang baik di mata masyarakat, penjualan produknya bisa berkurang karena persepsi masyarakat akan teralihkan ke produk-produk pesaing. 

Dagadu Djokdja ini juga adalah sebuah ikon pariwisata Jogja setelah gudeg, batik, perak, dan bakpia. Namun keberadaannya telah banyak diserupai oleh para pembajak. Sehingga konsumen yang tidak teliti dapat pula salah membeli produk illegal ini. Harga yang ditetapkan oleh para pembajak tersebut juga cenderung lebih murah. Untuk konsumen yang membeli dalam jumlah yang banyak, produk dagadu illegal ini dapat pula menjadi alternatif untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Namun demikian, PT. Aseli Dagadu Djokdja tiada henti berinovasi tanpa terganggu hal tersebut. PT ADD tetap konsisten pada posisi sebagai branded product & exclusive distribution.

Selasa, 03 Juli 2012

Chapter 15 – Lean Accounting, Perhitungan Biaya Target, dan Balanced Scorecard



Konsep lean manufacturing banyak dikembangkan oleh Toyota dan perusahaan-perusahaan Jepang lainnya. Para eksekutif Toyota menyatakan bahwa sistem produksi Toyota terinspirasi oleh apa yang mereka pelajari selama kunjungan ke Ford Motor Company pada tahun 1920-an dan dikembangkan oleh pemimpin Toyota seperti Taiichi Ohno dan konsultan Shigeo Shingo setelah Perang Dunia II. Sebagai pelopor perusahaan Amerika dan Eropa menganut metode lean manufacturing di akhir tahun 1980-an, mereka menemukan bahwa pemikiran lean manufacturing harus diterapkan pada setiap aspek perusahaan termasuk manajemen keuangan dan proses akuntansi. 

Ada dua tekanan utama untuk lean accounting. Yang pertama adalah penerapan metode bersandar perusahaan akuntansi, kontrol, dan proses pengukuran. Hal ini tidak berbeda dengan metode untuk menerapkan lean proses lain. Tujuannya adalah untuk menghilangkan pemborosan, membebaskan kapasitas, mempercepat proses, mengurangi kesalahan dan cacat, dan membuat proses yang jelas dan dapat dimengerti. Yang kedua (dan lebih penting) tekanan lean accounting adalah untuk secara mendasar mengubah akuntansi, kontrol, dan proses pengukuran sehingga mereka bersandar pada memotivasi perubahan dan perbaikan, menyediakan informasi yang cocok untuk pengendalian dan pengambilan keputusan, memberikan pemahaman tentang nilai pelanggan, benar menilai dampak keuangan ramping perbaikan, sederhana, visual, dan rendah limbah. Lean accounting tidak memerlukan metode akuntansi manajemen tradisional seperti penetapan biaya standar, biaya berdasarkan aktivitas, varians pelaporan, biaya-biaya, sistem kontrol transaksi yang kompleks, dan membingungkan laporan keuangan. 

Lean accounting berbeda karena lima prinsip pemikiran berikut ini: 
1. Menspesifikasikan nilai tiap produk secara tepat. 
2. Mengidentifikasi “arus nilai” untuk tiap produk. 
3. Menciptakan arus nilai tanpa gangguan. 
4. Memungkinkan pelanggan menciptakan nilai dari produsen. 
5. Mengejar kesempurnaan 

Siklus hidup produk (product life cycle) merupakan waku keberadaan produk dari konsep hingga menjadi produk. Biaya siklus hidup adalah semua biya yang berhubungan dengan produk selama umur hidupnya. Jadi menejemen biaya siklus- hidup produk (life-cycle cost menjement) berpusat pada pengolahan aktivitas rantai nilai sehingga menciptakan keunggulan kompetitip jangka panjang. Untuk pengurangan harga, manajer perlu melakukan investasi lebih banyak dalam aktiva sebelum produksi dan memberikan lebih banyak sumberdaya pada aktivitas ditahap awal siklus hidup produk sehingga semua biaya keseluruhan atau hidup dapat diturunkan. Biaya keseluruhan atau hidup produk dilihat dari sudut pandang keseluruhan atau hidup, biaya produk terdiri atas empat unsur utama: 
1. biaya yang tidak berulang, 
2. biaya manufaktur, 
3. biaya logistik, dan 
4. biaya purnajual pelanggan. 

Kalkulasi biaya keseluruhan hidup juga meningkatkan kemampuan untuk membuat keputusan penetapan harga yang lebih baik dan memperbaiki penilaian profitabilitas produk. Manajemen biaya siklus atau hidup menekankan pada penurunan biaya, bukan pengendalian biaya. Jadi, kalkulasi biaya target menjadi alat yang sangat berguna untuk menentukan tujuan penurunan biaya. Biaya target (target cost) merupakan perbedaan antara harga jual yang dibutuhkan untuk mendapatkan mangsa pasar yang ditentukan dengan laba per unit yang diinginkan. Bila biaya target lebih kecil dari pada yang dicapai sekarang, maka menejemen menganggarkan penurunan biaya untuk mendekatkan biaya aktual terhadap biaya target. 

Dalam biaya siklus-hidup adalah penting bagi semua perusahaan manufaktur, namun hal ini lebih penting bagi perusahaan yang memiliki produk dengan siklus hidup pendek. Perusahaan yang memiliki produk dengan siklus hidup pendek biasanya tidak memiliki waktu untuk bereaksi seperti tersebut di atas sehingga pendekatan mereka harus lebih proaktif. Jadi, untuk siklus hidup yang pendek, perencanaan siklus-hidup yang baik adalah penting dan harga harus ditetapkan sesuai dengan biaya siklus-hidup serta dapat memberikan pengembalian yang cukup. 

Balanced scorecard adalah system manajemen yang mendefinisikan system akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi. Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi dalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur). 

1. Perspektif Keuangan 
Menjelaskan konsekuensi ekonomi tindakan yang diambil dalam tiga perspektif lain. 

2. Perspektif Pelanggan 
Mendefinisikan segmen pasar dan pelanggan dimana unit bisnis akan bersaing. 

3. Perspektif Bisnis Internal 
Menjelaskan proses internal yang diperlikan untuk memberikannilai kepada pelanggan dan pemilik. 

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Infrastruktur) 
Mendefinisikan kemampuan yang diperlukan organisasi untuk memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan. 

Perspektif terakhir mengacu pada tiga faktor utama yang memungkinkannya, yaitu kemampuan pegawai, kemampuan system informasi,dan perilaku pegawai (motivasi, pemberdayaan, dan penyejajaran).

Chapter 17 - Manajemen Biaya Lingkungan



Saat populasi dunia berkembang, memperluas kegiatan usaha, dan dunia yang tampaknya menyusut, jutaan orang di seluruh dunia lebih sadar akan sangat pentingnya melestarikan lingkungan kita untuk diri kita dan keturunan kita. Masalah-masalah seperti kualitas udara dan air, pemanasan global, dan konsumsi berlebihan sumber energi tak terbarukan merupakan berita utama setiap hari. Para pemimpin bisnis telah berbicara tentang keinginan pembangunan berkelanjutan, yang berarti kegiatan usaha yang menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan di masa kini tanpa membatasi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Banyak perusahaan yang berjuang untuk ecoefficiency lebih besar, yang berarti meningkatkan produksi barang dan jasa, sementara pada saat yang sama mengurangi efek merusak pada lingkungan produksi yang sayangnya, tidak semua perusahaan sama-sama berusaha keras untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. 

Konsep ekoefisiensi mengandung tiga hal penting. Pertama, perbaikan kinerja ekologi dan ekonomi dapat dan sudah seharusnya saling melengkapi. Kedua, perbaikan kinerja lingkungan seharusnya tidak lagi dipandang hanya sebagai amal dan derma, tetapi juga sebagai persaingan (competitiveness). Ketiga, ekoefisiensi adalah suatu pelengkap dan pendukung pengembangan yang berkesinambungan (sustainable development). Pengembangan yang berkesinambungan didefinisikan sebagai pengembangan yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. 

Ekoefisiensi mengimplikasikan peningkatan efisiensi yang berasal dari perbaikan kinerja lingkungan. Ada sejumlah sumber dari insentif dan penyebab peningkatan efisiensi. 

  • Pertama, pelanggan menginginkan produk yang lebih bersih, yaitu produk yang diproduksi tanpa merusak lingkungan serta penggunaan dan pembuangannya ramah lingkungan. 
  • Kedua, para pegawai lebih suka bekerja di perusahaan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan dan akan menghasilkan produktivitas yang lebih besar. 
  • Ketiga, perusahaan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan cenderung memperoleh keuntungan eksternal, seperti biaya modal yang lebih rendah dan tingkat asuransi yang lebih rendah. 
  • Keempat, kinerja lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan keuntungan sosial yang signifikan, seperti keuntungan bagi kesehatan manusia. 
  • Kelima, fokus pada perbaikan kinerja lingkungan membangkitkan keinginan para manajer untuk melakukan inovasi dan mencari peluang baru. 
  • Keenam, pengurangan biaya lingkungan dapat mempertahankan atau menciptakan keunggulan bersaing. 

Pengurangan biaya dan insentif kompetitif merupakan hal yang penting. Biaya lingkungan dapat merupakan persentase yang signifikan dari biaya operasional total. Pengetahuan mengenai biaya lingkungan dan penyebab-penyebabnya dapat mengarah pada desain ulang proses yang dapat mengurangi bahan baku yang digunakan. Jadi, biaya lingkungan saat ini dan di masa depan dikurangi sehingga perusahaan menjadi lebih kompetitif. 

Dalam model kualitas lingkungan total, keadaan yang ideal adalah tidak ada kerusakan lingkungan. Kerusakan didefenisikan sebagai degradasi langsung dari lingkungan, seperti emisi residu benda padat, cair, atau gas ke dalam lingkungan (misalnya: pencemaran air dan polusi udara), atau degradasi tidak langsung seperti penggunaan bahan baku dan energi yang tidak perlu. Biaya lingkungan dapat diklasifikasikan dalam empat kategori: 

1. Biaya Pencegahan Lingkungan (environmental prevention costs), adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah atau sampah yang dapat merusak lingkungan. 

Contoh: Evaluasi dan pemilihan pemasok, evaluasi dan pemilihan alat untuk mengendalikan polusi, desain proses dan produk untuk mengurangi dan menghapus limbah, melatih pegawai, mempelajari dampak lingkungan, audit risiko lingkungan, daur ulang produk, pemerolehan sertifikasi ISO 14001.3 

2. Biaya Deteksi Lingkungan (environmental detection costs), adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan bahwa produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. 

Contoh: Audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan proses, pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan dari pemasok, serta pengukuran tingkat pencemaran. 

3. Biaya Kegagalan Internal Lingkungan (environmental internal failure costs), adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. 

Contoh: Pengoperasian peralatan untuk mengurangi atau menghilangkan polusi, pengolahan dan pembuangan limbah beracun, pemeliharaan peralatan polusi, lisensi fasilitas untuk memproduksi limbah, serta daur ulang sisa bahan. 

4. Biaya Kegagalan Eksternal Lingkungan (environmental external failure), adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan serta melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan. Biaya ini terbagi menjadi dua yaitu Biaya kegagalan eksternal yang direalisasi (realized external failure costs) adalah biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan. Biaya kegagalan eksternal yang tidak direalisasikan (unrealized external failure costs) atau biaya sosial disebabkan oleh perusahaan, tetapi dialami dan dibayar oleh pihak-pihak di luar perusahaan. 

Contoh biaya kegagalan eksernal yang direalisasi adalah: pembersihan danau yang tercemar, pembersihan minyak yang tumpah, pembersihan tanah yang tercemar, penggunaan bahan baku dan energi secara tidak efisien, penyelesaian klaim kecelakaan pribadi dari praktik kerja yang tidak ramah lingkungan, dll. Contoh biaya sosial adalah: mencakup perawatan medis karena udara yang terpolusi (kesejahteraan individu), hilangnya kegunaan danau sebagai tempat rekreasi karena pencemaran (degradasi), hilangnya lapangan pekerjaan karena pencemaran (kesejahteraan individual), dan rusaknya ekosistem karena pembuangan sampah padat (degradasi). 







Return on Investment (ROI)


Return on Investment (ROI) adalah suatu ratio perolehan atau kehilangan uang dari sebuah investasi berhubungan dengan jumlah uang yang telah di investasikan. Jumlah perolehan ataupun kehilangan uang dapat berupa bunga, profit/loss, gain/loss atau net income, sedangkan uang yang telah di investasikan dapat berupa pada asset, modal/capital, uang pokok/principal atau basis biaya/cost basis dari investasi tersebut. 

ROI adalah juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit). ROI adalah hasil di suatu investasi saat ini atau masa lampau, atau hasil yang diperkirakan di suatu investasi masa depan. ROI pada umumnya dinyatakan sebagai persentase daripada nilai sistim desimal. ROI tidak mengindikasikan berapa lama suatu investasi dikelola. ROI paling sering dinyatakan sebagai suatu tingkat pengembalian tahunan, dan paling sering dinyatakan untuk suatu tahun fiskal atau penanggalan. Maka bisa dikatakan bahwa ROI digunakan oleh kebanyakan perusahaan untuk membandingkan hasil investasi di mana uang yang diperoleh atau hilang (atau uang yang telah diinvestasikan), dan tidaklah mudah melakukan perbandingan tersebut dengan menggunakan nilai moneter. 

Cara menghitung ROI adalah dengan mengurangi penjualan dengan initial investment, kemudian dikurangi total investment yang dilakukan, kemudian dikalikan 100 untuk mengubahnya kedalam bentuk persentase. ROI umumnya digunakan sebagai pedoman manajemen dalam menerima sebuah proyek baru. Hanya proyek dengan rate of return lebih besar dari ROI suatu divisi atau perusahaan yang akan diterima. Dengan adanya hal ini, perusahaan didorong untuk mengambil proyek-proyek yang akan meningkatkan rate of return perusahaan. Manajemen juga lebih memperhatikan cost of efficiency dalam perencanaan dan strateginya. Dengan digunakan ROI, manajer divisi cenderung untuk melewatkan proyek-proyek yang menurunkan divisional ROI, meskipun proyek tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan.

Senin, 28 Mei 2012

Etika Bisnis - Kewajiban Karyawan dan Perusahaan



PENDAHULUAN 


Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri, dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. 

Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Management Journal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu: 

1. Utilitarian Approach 
Setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya. 

2. Individual Rights Approach 
Setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain. 

3. Justice Approach 
Para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok. 

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. 

Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. 

Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya. Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara, misalnya, menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct), memperkuat sistem pengawasan, atau menyelenggarakan pelatihan untuk karyawan secara continu. 



PEMBAHASAN 


A. Kewajiban Karyawan dan Perusahaan 

Kewajiban karyawan dan perusahaan dibagi menjadi tiga kewajiban, kewajiban ketaatan, kewajiban konfidensialitas, dan kewajiban loyalitas. 

1. Kewajiban Ketaatan 
Dalam kewajiban ketaatan karyawan harus taat kepada atasannya di perusahaan, tetapi karyawan tidak harus mematuhi semua perintah yang diberikan oleh atasannya. Perintah-perintah tersebut antara lain seperti etika atasan menyuruh karyawan tersebut untuk melakukan hal yang tidak bermoral, seperti membunuh musuh atasannya, atau dapat pula berupa korupsi. Dapat pula dalam bentuk mengerjakan tugas pribadi atasannya, misalnya untuk kepentingan pribadi atasan bukan untuk kepentingan perusahaan, seperti mencuci mobil dan merenovasi rumah pribadi milik atasannya. Karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, misalnya sekretaris diberi tugas untuk bersih-bersih, dan lain sebagainya. 

Cara untuk menghindari terjadinya kesulitan seputar kewajiban ketaaatan adalah membuat deskripsi pekerjaan yang jelas dan cukup lengkap pada saat karyawan mulai bekerja di perusahaan. Namun deskripsi pekerjaan ini harus dibuat cukup luwes sehingga kepentingan perusahaan selalu bisa di beri prioritas. 

2. Kewajiban Konfidensialitas 
Kewajiban ini adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Kewajiban ini tidak hanya berlaku selama karyawan bekerja di perusahaan tetapi berlangsung terus setelah ia pindah kerja. Kewajiban ini menjadi lebih aktual ketika karyawan tersebut pindah kerja di perusahaan baru yang bergerak di bidang yang sama. Contohnya adalah seorang akuntan, ia tidak boleh membocorkan kondisi finansial perusahaan lama ke perusahaan baru. Kewajiban konfidensialitas ini terbatas pada informasi perusahaan. Hal-hal lain yang diperoleh atau diketahui sambil bekerja di perusahaan pada prinsipnya tidak termasuk kewajiban konfidensialitas. Misalnya keterampilan yang dikembangkan oleh karyawan itu dengan bekerja pada perusahaan yang sama. Alasan etika yang mendasari kewajiban ini adalah bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia itu. 

3. Kewajiban Loyalitas 
Kewajiban loyalitas adalah konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan perusahaan ia harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan dan turut merealisasikan tujuan tersebut. Faktor utama yang dapat membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konfilk kepentingan (conflict of interest) artinya konflik kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kepentingan pribadi yang bersaing dengan kepentingan perusahaan. Misalnya karyawan memproduksi produk yang sama dengan produk perusahaan dan menjualnya dengan harga murah. Konflik kepentingan tidak selalu berkaitan dengan masalah uang. Contohnya, seorang yang bekerja di suatu perusahan memutuskan untuk membeli peralatan kantor dari perusahaan tempat dimana anaknya bekerja, walaupun sebenarnya ada penawaran harga yang lebih baik dari perusahaan lain. 

Konflik kepentingan bisa bersifat aktual atau potensial. Konflik kepentingan aktual terjadi saat seseorang melaksanakan kewajibannya dalam suatu cara yang menggangu perusahaan dan melakukannya demi kepentingan pribadi. Konflik kepentingan potensial terjadi saat seseorang, karena didorong kepentingan pribadi, bertindak dalam suatu cara yang merugikan perusahaan. Grey area atau “kawasan kelabu” yaitu penilaian moral tentang sesuatu antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. 


B. Melaporkan Kesalahan Perusahaan (Whistle Blowing) 

Ada dua macam pelaporan kesalahan perusahaan atau whistle blowing, secara internal dan eksternal. Dalam pelaporan internal, pelaporan kesalahan dilakukan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Misalnya seorang karyawan bawahan melaporkan suatu kesalahan langsung kepada direksi, dengan melewati kepala bagian dan manajer umum. Pada pelaporan eksternal, karyawan melaporkan kesalahan perusahaan kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi. Misalnya karyawan melaporkan bahwa perusahaannya tidak memenuhi kontribusinya kepada Jamsostek atau tidak membayar pajak melalui media massa atau pihak eksternal lainnya. 

Terdapat sebuah pertanyaan etika dalam melakukan pelaporan kesalahan perusahan ini, “apakah whistle blowing ini boleh dilakukan karena pada prinsipnya bertentangan dengan kewajiban loyalitas karyawan terhadap perusahaannya?” Namun setelah didiskusikan lebih mendalam, jawabnya adalah boleh karena karyawan tidak hanya mempunyai kewajiban loyalitas kepada perusahaan tetapi ia juga mempunyai kewajiban kepada masyarakat umum apabila perusahaan tersebut melakukan kesalahan. 

Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila lima syarat berikut terpenuhi: 

1. Kesalahan perusahaan harus besar. 
Kesalahan ini hanya dapat dilaporkan jika menyebabkan kerugian bagi pihak ketiga, terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan kegiatan yang dilakukan perusahaan bertentangan dengan tujuan perusahaan. 

2. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar. 

3. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain. 
Misalnya karyawan memutuskan berhenti dari suatu pekerjaan karena kecewa dengan atasannya. Setelah ia pergi dari perusahaan itu, ia membuka praktek kurang etis dari perusahaan seperti tidak membayar pajak. Motif pelaporan ini adalah untuk balas dendam. 

4. Penyelesaian masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa ke luar. 
Jika karyawan merasa bertanggungjawab, ia harus berusaha dulu untuk menyelesaikan masalah di dalam perusahaan sendiri melalui jalur yang tepat. Hal ini juga sesuai dengan kewajiban loyalitasnya. Baru setelah upaya penyelesaian secara internal gagal, ia boleh memikirkan whistle blowing. 

5. Harus ada kemungkinan nyata bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses. 
Jika sebelumnya orang tahu bahwa pelaporan kesalahan tidak akan menghasilkan apa-apa, misalnya tidak bisa mencegah terjadinya kerugian untuk pihak ketiga, lebih baik orang tersebut tidak melapor. 

Whistle blowing adalah masalah etis yang tidak enak untuk semua pihak yang bersangkutan. Untuk perusahaan ataupun pelaku bisnis, whistle blowing akan membawakan banyak kerugian secara materil maupun moril. Mulai dari turunnya pamor perusahaan terhadap produknya, hingga menurunnya keuntungan yang didapatkan akibat pelaporan ini. Untuk pelapor, whistle blowing adalah langkah yang diambil dengan berat hati karena resiko yang akan didapatkannya cukup besar. Di beberapa negara ada kode etik profesi, misalnya kode etik insinyur yang secara tidak langsung menganjurkan whistle blowing. Dalam kode etik ini memuat ketentuan bahwa keamanan dan keselamatan masyarakat harus di tempatkan di atas segalanya. Ada juga negara yang melindungi para whistle-blowers melalui jalur hukum, seperti Inggris dengan undang-undang yang disebut The Public Interest Disclosure Act (1998). 


C. Kewajiban Karyawan terhadap Perusahaan: Diskriminasi 

Diskriminasi dalam perusahaan adalah membedakan berbagai karyawan karena alasan yang tidak relevan yang berakar pada prasangka atau stereotip. Diskriminasi dapat terjadi pada saat perekrutan calon karyawan, seleksi karyawan, kenaikan pangkat, maupun kondisi pekerjaan. Diskriminasi biasanya terjadi terhadap ras, agama, dan jenis kelamin. 

Bentuk-bentuk diskriminasi antara lain terbagi menjadi dua, diskriminasi dengan sengaja dan dengan aspek institusional. 

1. Tindakan diskriminasi merupakan bagian dari prilaku terpisah (tidak terinstitusional) dari seseorang yang secara sengaja dan sadar melakukan diskriminasi karena prasangka. 
2. Tindakan diskriminasi merupakan perilaku rutin dari kelompok yang terinstitusionalisasi yang segaja dan sadar melakukan disriminasi berdasarkan prasangka dari para anggotanya. 
3. Tindakan diskriminasi merupakan perilaku terpisah dari seseorang yang secara tidak sengaja melakukan diskriminasi karena ia menerima dan melaksanakan praktik-praktik dan steriotip tradisional dari masyarakatnya. 
4. Tindakan diskriminasi kemungkian merupakan rutinitas sistematis organisasi yang secara tidak sengaja memasukan prosedur formal yang akan mendiskriminasi orang lain. 

Terdapat beberapa indikator untuk memperkirakan apakah perusahaan melakukan diskriminasi terhadap kelompok tertentu. Pertama perbandingan keuntungan atau penghasilan rata-rata yang diberikan perusahaan pada kelompak yang terdiskriminasi dengan kelompok lainya. Contoh gaji antara wanita dan laki-laki lulusan perguruan tinggi. Kedua, perbandingan proporsi kelompok yang terdiskriminasi yang terdapat pada tingkat pekerjaan yang paling rendah dengan kelompok lain yang sejenis. Ketiga, perbandingan proporsi pemegang jabatan yang menguntungkan antara anggota di kelompok diskriminasi dengan anggota kelompok lain. Cotohnya wanita yang menjadi pimpinan perusahaan saat ini sangat kecil jumlahnya dibandingkan laki-laki. 

Beberapa teori menentang adanya praktek diskriminasi, teori ini antara lain adalah utilitarisme atau utility, deontologi atau right, dan keadilan atau justice. 

1. Utilitarisme (Utility) 
Diskriminasi akan mengarahkan pada penggunaan sumber daya manusia yang tidak efisien. Dalam teori ini menentang diskriminsi didasarkan pada pandangan bahwa produktivitas dari suatu masyarakat akan optimal jika pekerjaan tersebut sesuai dengan kemampuannya. Sehingga diskriminasi pencari kerja berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, atau karakteristik lain yang tidak relevan dengan pekerjaan adalah tidak efisien dan bertentangan dengan prinsip utilitarisme. Akan tetapi teori ini mendapat pertentangan. Karena jika argumen utilitarime tersebut benar, kesejahteraan masyarakat akan meningkat sepanjang pekerjaan tersebut sesuai dengan kualifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan. Kesejahteraan masyarakat yang diperoleh berdasarkan faktor lain seperti kebutuhan. Selain itu, diskriminasi yang berkenaan dengan jenis kelamin, ada kalanya memberikan manfaat yang lebih kepada perusahaan. Seperti rumah tangga yang akan lebih efisien jika dikerjakan oleh perempuan, sedangkan laki-laki lebih disosialkan kekarakteristik pencari penghasilan. Kaum utilitarism akan menanggapi kritik tersebut bahwa menggunakan faktor-faktor selain kualifikasi perkerjaan tidak akan menghasilkan yang lebih jika dibandingkan dengan yang menggunakan kualifikasi. 

2. Deontologi (Right) 
Diskriminasi telah melanggar hak asasi manusia. Terdapat dua hal yang dilanggar yakni, pertama, diskriminasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa suatu kelompok dianggap lebih rendah dibandingkan kelompok lain. Contohnya orang-orang berkulit hitam atau kaum perempuan yang dianggap tidak kompeten. Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang terdiskriminasi dalam posisi social dan ekonomi yang rendah. Contohnya kaum perempuan dan minoritas yang memiliki peluang kerja terbatas dan gaji yang kecil. Dari kedua hal yang dilanggar ini menbuktikan bahwa hak untuk diperlakukan sebagai individu yang merdeka dan sederajat. 

3. Teori Keadilan (Justice) 
Dalam teori ini dikemukakan bahwa diskriminasi bertentangan dengan keadilan distributif, yakni seperti yang disampaikan oleh John Rawls, salah satu prinsip keadilan yang paling penting adalah prinsip kesamaan hak untuk memperoleh kesempatan, sehingga ketidakadilan social dan ekonomi seharusnya diatur sedemikian rupa sehingga dapat menyalurkan pekerjaan-pekerjaan terbuka bagi semua orang. Diskriminasi yang cenderung melakukan perbedaan orang dengan cara yang berbeda dengan orang lain tanpa alasan yang tepat telah melanggar prinsip tersebut. 

Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk melawan diskriminasi ditempat kerja. Pertama affirmative action law, suatu program yang didesain untuk memastikan porsi minoritas cocok dengan porsi yang ada di perusahaan. Perlakuan preferensial (khusus) dapat dengan meng-hiring kaum minoritas atau wanita untuk menempati posisi yang dianggap stereotip oleh mayoritas sebagai bentuk kompensasi atas kerugian yang mereka alami. Mereka juga mengintepretasikan perlakuan preferensial sebagai sarana guna mencapai tujuaan sosial, seperti keadialan yang merata. Kedua, diversity management program (awareness based diversity training dan skill based diversity training), suatu program yang didesain untuk mengajarkan karyawan untuk menerima perbedaan-perbedaan yang ada disekitarnya. 


D. Kewajiban Karyawan terhadap Perusahaan: Menjamin Kesehatan dan Keselamatan Kerja 

Salah satu kewajiban lain perusahaan terhadap karyawannya dalah menjamin kesehatan dan keselamatan kerja. Kesehatan kerja diwujudkan dengan tempat kerja yang sehat, seperti kebersihan lokasi, kenyamanan lokasi yang dapat memberikan pengaruh positif dalam produktifitas. Sedangkan keselamatan kerja diwujudkan dengan tempat kerja yang aman, yang sesuai dengan standar keselamatan yang telah ditetapkan. Beberapa dasar etika yang melatarbelakangi peraturan hukum, bagi kewajiban perusahaan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerjaanya, antara lain: 

1. Hak untuk hidup. Setiap pekerja berhak atas kondisi serja yang aman dan sehat. Sehingga tidak etis jika hak tersebut dilanggar oleh perusahaan. 
2. Dentologi. Perusahaan harus menciptakan kondisi dan tempat kerja yang aman. Jika tidak, berarti perusahaan memperbudak para pekerja untuk mencapai tujuan perusahaan saja yaitu untuk mencari keuntungan. 
3. Utilitaristis. Kondisi dan tempat kerja yang aman akan menguntungkan masyarakat sendiri dan ekonomi negara bukan hanya terfokus pada perusahaan. 


E. Imbalan yang Adil dan Pemberhentian Karyawan. 

Terdapat beberapa pandangan mengenai pembagian imbalan yang adil, yakni pandangan liberalistis, sosialistis, dan pandangan menurut Thomas Garrett dan Richard Klonoski. 

1. Pandangan Liberalistis. Pandangan ini berpandangan bahwa imbalan yang adil jika disesuaikan dengan prestasinya di perusahaan. 
2. Pandangan Sosialistis. Pandangan ini meyakini bahwa imbalan yang adil jika sesuai dengan kebutuhan dirinya dan keluarganya. 
3. Pandangan menurut Thomas Garrett dan Richard Klonoski yang berpendapat bahwa dalam menetapkan gaji yang adil, maka ada enam kriteria yang harus dipertimbangkan: 

a. Peraturan Hukum 
Gaji yang adil jika sesuai dengan hukum yang berlaku, seperti ketentuan hukum tentang upah minimum. 
b. Upah yang Lazim 
Rata-rata gaji atau upah yang diberikan oleh perusahaan setara dengan upah minimum regional. 
c. Kemampuan Perusahaan 
Perusahaan yang menghasilkan yang besar, harus memberikan gaji yang lebih besar juga, seperti pemberian bonus atau insentif. 
d. Pekerjaan yang Bersifat Khusus 
Pekerja yang bekerja di pekerjaan yang bersifat khusus atau tingkat resiko yang tinggi harus diberi gaji yang tinggi. 
e. Perbandingan dengan Gaji dalam Perusahaan yang Sejenis 
Gaji atau upah diberikan oleh perusahaan dengan melihat gaji atau upah pekerja di perusahaan lain yang sejenis. 
f. Merundingkan Gaji atau Upah antara Pekerja dan Perusahaan 
Masalah yang sering muncul dalam proses menggaji tersebut adalah dalam senioritas dan imbalan yang bersifat rahasia. Senioritas yang mucul dalam penggajian dapat dikatakan sebagai tidak etis, karena pekerjaan yang sama menerima gaji yang sama. Akan tetapi terdapat senioritas yang menyebabkan tidakan keadilan tersebut muncul. Selain itu pemberian imbalan seperti kenaikan gaji secara diam-diam, dapat dikatanan tidak etis. 

Pemberhentian karyawan biasanya dilatarbelakangi karena alasan internal, seperti, downsizing, merger, ataupun akusisi. Terdapat pula alasan eksternal, misalnya resesi ekonomi. Atau dapat pula berupa kesalahan karyawan sendiri. 

Menurut Garret dan Klonoski, kewajiban majikan dalam memberhentikan karyawan dapat didasarkan pada : 
1. Majikan dapat memberhentikan karyawan karena alasan yang tepat. 
2. Majikan harus berpegang pada prosedur yang seharunya (peraturan perusahaan yang berlaku). 
3. Majikan harus meminimalisasi akibat negatif pada karyawannya. Seperti memberitahukan prospek kepada karyawan beberapa sebelumnya. 


DAFTAR PUSTAKA 

Greenberg, Jerald dan Baron, Robert A. (2010). Behavior In Organizations. Upper Saddle River: Pearson Education. 
Velasquez, Manuel G. (2010). Business Ethics Concepts and Cases. Upper Sadle River: Prentice Hall. 
Bertens, Kees. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.

Minggu, 27 Mei 2012

Fluency Practice



...THE SAME AS...

"My pencil and your pencil are the same. There is no difference."
My pencil is the same as yours.

"Four times three is twelve and three times four is, too."
Four times three is the same as three times four.


...DIFFERENT FROM...

"John’s coat is large and brown. Paul’s coat is small and gray."
John’s coat is different from Paul’s.
"John is short. He’s always happy. Paul is tall and he’s seldom happy."
John is different from Paul.


...LIKE...

"John’s coat is similar to Paul’s."
John’s coat is like Paul’s.

"John’s new car looks almost the same as Paul’s."
John’s new car looks like Paul’s.


...THE SAME ... AS...

Used with nouns.
I am the same height as you.
My pencil is the same length as yours.
He is the same age as my father.


...AS ... AS...

Used with adjectives.
I am as tall as you.
My pencil is as long as yours.
He is as old as my father.



...AS ... AS...

Used with expressions of quantity.

Ex: I bought 5 books, and George did too.
I bought as many as George.

Ex: She drinks two cups of coffee, and John did too.
She drinks as much as John.
She drinks as many cups of coffee as John.


...AS ... AS...

Used with adverbs.

Ex: John speaks clearly. Mary also speaks clearly.
Mary speaks as clearly as John.

Ex: John swims very fast, but Mary doesn’t.
Mary doesn’t swim as fast as John.

Chapter 10 - Pelaporan Segmen, Evaluasi Pusat Investasi, dan Penetapan Harga Transfer



Desentralisasi (decentralization) adalah pratek pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada jenjang yang lebih rendah. Pengambilan keputusan terdesentralisasi (decentralized decision making) memperkenankan manajer pada jenjang yang lebih rendah untuk membuat dan mengimplementasikan keputusan-keputusan penting yang berkaitan dengan wilayah pertanggungjawaban mereka.

Alasan melakukan desentralisasi adalah:

1. Mengumpulkan dan Menggunakan Informasi Local. Dalam menjalankan usaha mungkin saja manajen pusat tidak mengetahui kondisi local sehingga dibutuhkan informasi local dalam mengendalikan usaha. Kadangkala informasi yang diteima sangat berlebihan sehingga dibutuhkan orang yang ahli dalam bidangnya untuk mengendalikan.

2. Fokus Manajemen Pusat. Dengan mendesentralisasi keputusan-keputusan operasional, manajemen pusat bebas untuk menangani perumusan perencanaan dan pengambilan keputusan strategis.

3. Melatih dan Memotivasi Para Manajer. Organisasi selalu membutuhakn manajer yang terlatih untuk menggantikan posisi manajer jenjang lebih tinggi yang keluar. Kesempatan seperti itu juga memungkinkan manajer puncak mengevaluasi kapabilitas para manajer lokalnya. Manajer yang menghasilkan keputusan terbaik adalah manajer yang boleh dipromosikan.

4. Meningkatkan Daya Saing. Perusahaan-perusahaan besar sekarang menemukan bahwa mereka tidak mampu mempertahankan suatu divisi yang tidak berdaya saing. Salah satu cara terbaik untuk lebih meningkatkan kinerja sebuah divisi atau pabrik adalah dengan memperkenalkan lebih jauh kepada kekuatan-kekuatan pasar.

Desentralisasi biasanya diwujudkan melalui pembentukan unit-unit atau divisi. Pengorganisasian divisi-divisi sebagai pusat pertanggungjawaban menciptakan kesempatan pengendalian divisi melalui penggunaan akuntansi pertanggungjawaban.

Cara pembagian unit-unit atau divisi tersebut adalah :

1. Pembagian berdasarkan barang dan jasa yang diproduksi. Contoh, divisi Pepsi, Coke dan lain-lain. 
2. Pembagian menurut garis geografis. Misalnya, UAL, Inc. (induk perusahaan United Airline) memiliki sejumlah divisi regional Asia/Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara, dan Karibia.
3. Pembagian berdasarkan jenis pertanggungjawaban yang diberikan kepada manajer divisi. Pusat pertanggungjawaban terdiri dari pusat investasi, pusat laba, pusat pendapatan dan pusat biaya.

Ukuran kinerja yang paling lazim digunakan bagi suatu pusat investasi adalah pengembalian investasi (return on investasi-ROI) dengan menggunakan rumus:

ROI = Laba operasi / Aktiva operasi rata-rata
ATAU
ROI = Margin x perputaran = (Laba operasi/Penjualan) x (Penjualan /Aktiva operasi rata-rata).

Keterangan :

- Laba Operasi ( operating income ) adalah laba yang dihasilkan sebelum bunga dan pajak
- Aktiva operasi (operating assets) adalah seluruh aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba operasi.
- Margin adalah rasio dari operasi terhadap penjualan.
- Perputaran (turnover) adalah suatu ukuran lain yang dihitung dengan membagi pendapatan penjualan dengan aktiva operasi rata-rata.

Laba residu (economic value added-EVA) adalah laba operasional setelah pajak dikurangi dengan total biaya modal tahunan. Jika EVA positif berarti perusahaan manambah kekayaan, jika negative berarti perusahaan menyia-nyiakan modal. EVA juga menghasilkan tingkat pengembalian seperti ROI karena menghubungkan penghasilan bersih (pengembalian) dengan modal yang dipakai. Intinya EVA penekanannya pada pendapatan bersih operasi dengan biaya actual dari modal.

EVA = Laba operasional setelah pajak – (Biaya tertimbang rata-rata atas modal x Total modal terpakai)

EVA digunakan untuk menganalisa apakah suatu proyek individual itu diterima atau ditolak. Selain itu sejumlah perusahaan telah menemukan bahwa EVA membantu mendorong jenis perilaku yang benar dari berbagai divisi dengan menunjukan bahwa penekanan semata-mata pada pendapatan operasional tidaklah mencukupi. Alasan yang menggarisbawahi adalah EVA mengandalkan biaya modal yang sebenarnya.

Yang dimaksudkan dengan harga transfer (transfer price) adalah nilai atau harga internal antar divisi dalam suatu perusahaan. Divisi yang menerima dianggap sebagai pembeli dan divisi yang mengirim dianggap sebagai penjual. Dampak dari harga transfer terhadap divisi antara lain :

1. Dampak Terhadap Ukuran Kinerja Divisi.
Harga yang dikenakan untuk barang yang ditransfer mempengaruhi biaya divisi pembeli dan pendapatan divisi penjual. Artinya, laba kedua divisi tersebut sebagaiman juga evaluasi dan kompensasi para manajer mereka, dipengaruhi oleh harga transfer.

2. Dampak terhadap Keuntungan Perusahaan.
Meskipun harga transfer actual tidak mempengaruhi perusahaan sebagai kesatuan, penetapan harga transfer ternyata mampu mempengaruhi tingkat laba yang dihasilkan oleh perusahaan dengan dua cara yaitu jika ia mempengaruhi perilaku divisi dan ia mempengaruhi pajak pengahsilan. Divisi-divisi, yang bertindak secara independent, mungkin menetapkan harga transfer yang memaksimalkan laba devisi tetapi menimbulkan pengaruh sebaliknya bagi laba perusahaan secara keseluruhan.

3. Dampak terhadap Otonomi.
Karena keputusan penetapan harga transfer dapat mempenearuhi profitabilitas perusahaan secara keseluruhan, manajemen puncak sering tergoda untuk mencapuri dan mendikte harga transfer yang mereka inginkan.

Sistem penetapan harga transfer harus mampu memenuhi tiga unsur : (1) evaluasi kinerja yang akurat yaitu berati bahwa tidak satupun manajer divisi akan memperoleh manfaat atas beban manajer divisi lain. (2) Kesesuaian tujuan berarti bahwa manajer divisi memilih tindakan-tindakan yang memaksimalkan keuntungan perusahaan secara keseluruhan. (3) Otonomi divisi berarti bahwa manajemen pusat tidak boleh mencapuri kemandirian manajer divisi dalam membuat keputusan. Masalah penetapan harga transfer adalah berkaitan dengan upaya menciptakan system yang secara simultan memenuhi ketiga sasaran di atas. Pedoman penetapan harga transfer:

1. Pendekatan Biaya Kesempatan.
Pendekatan ini dengan cara mengidentifikasikan harga terendah yang mau diterima oleh penjual dan harga tertinggi yang mau dibayar oleh pembeli. Harga tersebut ditetapkan bagi masing-masing divisi sebagai berikut:

- Harga transfer minimum (minimum tfransfer price) adalah harga transfer yang akan membuat keadaan divisi penjual tidak lebih buruk apabila barang dijual kepada divisi internal daripada dijual kepada pihak luar. Hal ini disebut batas bawah (floor) dari jangkauan penawaran

- Harga transfer maksimum (maximum transfer price) adalah harga transfer yang akan membuat keadaan divisi pembeli tidak lebih buruk apabila input dibeli dari divisi internal daripada dibeli dari pihak luar. Hal ini disebut batas atas (ceiling) dari jangkauan penawaran

2. Pendekatan Harga Pasar.
Apabila terdapat pasar luar dengan persaingan sempurna untuk produk yang ditransfer, maka harga transfer yang sesuai adalah harga pasar.

3. Pendekatan Harga Transfer yang Dinegosiasikan.
Kelemahan harga transfer yang dinegosiasikan : (1) Manajer divisi yang menguasai informasi khusus mungkin mengambil keuntungan dari manajer dicisi lainnya. (2) Ukuran-ukuran kinerja mungkin terganggu oleh ketrampilan negosiasi dari para manajer. (3) Negosiasi dapat menghabiskan waktu dan sumber daya yang besar. Keunggulan harga transfer yang dinegosiasikan adalah harga transfer yang dinegosiasikan menawarkan harapan untuk melengkapi ketiga criteria kesesuaian tujuan, otonomi dan akurasi evaluasi kinerja.

4. Pendekatan Harga Transfer berdasarkan Biaya.
Tiga bentuk penetapan harga berdasarkan biaya :

(1) Biaya penuh; biaya penuh meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead variable dan sebagai biaya overhead tetap.
(2) Biaya penuh ditambah mark-up.
(3) Biaya variable ditambah biaya tetap.


Chapter 7 - Alokasi Biaya Departemen Pendukung



Alokasi berarti cara membagi sekelompok biaya dan membebankannya pada berbagai sub unit. Hal yang perlu ditekankan adalah alokasi tidak mempengaruhi biaya total. Biaya total tidak berkurang atau meningkat dengan adanya alokasi. Meskipun demikian, jumlah biaya yang dibebankan pada subunit dapat dipengaruhi oleh prosedur alokasi yang dipilih. Karena alokasi biaya dapat mempengaruhi harga penawaran, profitabilitas setiap produk, dan perilaku manajer, maka alokasi biaya merupakan suatu hal yang penting. 

Biaya-biaya yang memberikan manfaat bersama yang terjadi ketika sumber daya yang sama digunakan dalam output disebut sebagai biaya bersama. Cara biaya bersama dibebankan pada departemen akan dijelaskan dalam bab ini. Berdasarkan fungsinya, perusahaan memiliki dua kategori departemen, departemen produksi dan departemen pendukung. Departemen produksi bertanggungjawab pada pembuatan produk atau jasa yang langsung dijual kepada konsumen. Sedangkan departemen pendukung menyediakan pelayanan pendukung yang diperlukan oleh departemen produksi. Departemen ini tidak berhubungan langsung dengan konsumen. Setelah departemen produksi dan pendukung diidentifikasi, biaya overhead yang muncul di tiap departemen dapat ditentukan. Overhead yang tidak dapat dibebankan dengan mudah pada departemen produksi dan pendukung dibebankan pada departemen umum. Biaya overhead ini hanya dibebankan pada satu departemen saja. 

Setelah perusahaan dibagi dalam departemen dan semua biaya overhead ditelusuri ke tiap departemen, biaya departemen pendukung diberikan pada departemen produksi dan tarif overhead dibuat untuk menentukan biaya produk. Tarif overhead departemen adalah penting karena tiap departemen produksi mengerjakan banyak produk. Jika dalam suatu departemen produksi hanya terdapat satu produk, semua biaya jasa yang dialokasikan ke departemen tersebut adalah milik produk tersebut. Tarif overhead ditentukan terlebih dahulu dihitung dengan menjumlahkan estimasi total overhead suatu departemen dan membaginya dengan estimasi dasar pengalokasian yang sesuai. 

Departemen produksi membutuhkan jasa pendukung. Oleh sebab itu, biaya departemen pendukung ditimbulkan oleh aktivitas departemen produksi. Faktor penyebab adalah variabel atau aktivitas dalam departmen produksi yang menyebabkan timbulnya biaya jasa pendukung. Dalam memilih dasar pengalokasian biaya departemen pendukung, dilakukan identifikasi faktor penyebab yang sesuai. Menggunakan faktor penyebab akan menghasilkan biaya produk yang lebih akurat. Selain itu, jika faktor penyebab diketahui, para manajer dapat mengontrol konsumsi pendukung secara lebih baik. 

Tujuan alokasi adalah: 

1. Memperoleh harga yang disepakati bersama. 
2. Menghitung profitabilitas lini produk. 
3. Memperkirakan pengaruh ekonomi dari perencanaan dan pengendalian. 
4. Menilai persediaan. 
5. Memotivasi para manajer. 

Biaya departemen pendukung sering dialokasikan ke departemen lain melalui penggunaan tarif pembebanan. Tarif pembebanan dapat dibedakan menjadi dua, tarif pembebanan tunggal dan tarif pembebanan ganda. Suatu tarif tunggal mengkombinasikan biaya variabel dan tetap departemen pendukung untuk menghasilkan tarif pembebanan. Namun, penggunaan tarif tunggal mengakibatkan biaya tetap diperlakukan seakan-akan biaya tersebut merupakan biaya variabel. Jumlah tambahan yang dibebankan adalah akibat dari perlakuan terhadap biaya tetap yang seakan-akan menjadi biaya variabel. Dalam tarif perhitungan ganda, masalah ini akan dihilangkan. Ketika tarif ganda digunakan, suatu tarif terpisah dihitung untuk tiap jenis sumber daya berdasarkan pada faktor penyebab. Kemudian, penggunaan aktual tiap jenis faktor penyebab dikalikan dengan tarif yang sesuai untuk mendapatkan jumlah biaya departemen pendukung yang dialokasikan. 

Biaya yang seharusnya dialokasikan adalah biaya yang dianggarkan, bukan biaya aktual. Hal ini dilakukan agar efisiensi atau ketidakefisiensian departemen pendukung tidak diserap oleh departemen produksi. Para manajer departemen produksi, tidak memiliki pengendalian atas tingkat efisiensi yang dicapai manajer departemen pendukung. Dengan mengalokasikan biaya yang dianggarkan (bukan biaya aktual), tidak ada ketidakefisiensian atau efisiensi yang ditransfer dari satu departemen ke departemen lainnya. 

Terdapat tiga metode alokasi biaya departemen pendukung, metode alokasi langsung, metode alokasi berurutan, dan metode alokasi timbal balik. Ketika perusahaan mengalokasikan biaya departemen pendukung hanya ke departemen produksi, mereka menggunakan metode alokasi langsung. Metode alokasi langsung adalah metode yang paling sederhana dan paling langsung untuk mengalokasikan biaya departemen pendukung. Biaya jasa variabel dialokasikan secara langsung ke departemen produksi sesuai proporsi penggunaan jasa departemen tersebut. Biaya tetap juga dialokasikan secara langsung ke departemen produksi tetapi sesuai proporsi kapasitas normal atau praktis departemen produksi. 

Metode alokasi berurutan, mengakui adanya interaksi antar departemen pendukung. Akan tetapi, metode berurutan tidak sepenuhnya mengakui interaksi tersebut. Alokasi biaya dilakukan dengan cara menurun, mengikuti prosedur rangking yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Urutannya biasanya dilakukan dengan mengurutkan departemen pendukung sesuai jumlah pelayanan terbanyak hingga tersedikit. Tingkat pelayanannya diukur dengan biaya langsung tiap departemen pendukung. Departemen dengan biaya tertinggi dianggap sebagai pemberi layanan terbanyak. 

Metode alokasi timbal balik (reciprokal) mengakui semua interaksi antar departemen pendukung. Dalam metode alokasi timbal balik ini, pemakaian suatu departemen pendukung oleh departemen menentukan biaya total tiap departemen pendukung yang biaya totalnya mencerminkan interaksi antar departemen pendukung. Kemudian, biaya total departemen pendukung didefinisikan sebagai jumlah biaya langsung departemen ditambah proporsi jasa yang diterima dari departemen pendukung lainnya. 

Setelah mengalokasikan semua biaya pendukung ke departemen produksi, tarif overhead dapat dihitung untuk tiap departemen. Tarif ini dihitung dengan menambahkan biaya departemen pendukung yang dialokasikan dengan biaya overhead yang secara langsung dapat ditelusuri ke departemen produksi dan membagi jumlah total ini dengan beberapa ukuran aktivitas, seperti jam tenaga kerja lansung atau jam mesin. 

Produk patungan adalah dua produk atau lebih yang diproduksi secara simultan dengan proses yang sama hingga pada titik pemisahan. Proses produksi patungan menghasilkan output dua produk atau lebih, dimana produk patungan utama memiliki nilai penjualan yang relatif signifikan. Produk sampingannya memiliki nilai penjualan yang relatif lebih sedikit. Biaya patungan harus dialokasikan ke setiap produk untuk tujuan pelaporan keuangan. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengalokasikan biaya patungan, termasuk metode unit fisik, nilai-penjualan-saat-pemisahan, dan metode nilai bersih yang dapat direalisasikan. Produk sampingan umumnya tidak dialokasikan ke biaya produk patungan. Penjualan produk sampingan dimasukkan dalam “pendapatan lain-lain” pada laporan laba rugi atau diperlakukan sebagai kredit untuk barang dalam proses produk utama.