Minggu, 18 September 2011

Tugas Lagi Tugas Lagi

Namanya mahasiswa nggak jauh jauh dari namanya tugas. Baru seminggu perkuliahan dimulai, udah ada aja banyak tugas. Kali ini, aku post tugas kelompok pertama di semester tiga ini. Tugas mata kuliah Antropologi Dasar. Dosen pengampunya bapak Bambang Hudayana, dosen dari fakultas depan, FIB. Tugas kali ini agak nggak biasa menurutku. Kalo biasanya aku dikasih tugas pasti ada hubungannya dengan ekonomi (secara aku kuliah di Fakultas Ekonomi), kali ini malah tentang budaya. Namanya juga kuliah Antropologi Dasar.



BUDAYA MAKAN NASI DI INDONESIA
“Tidak Makan, kalau Belum Makan Nasi”


Sejarah Nasi di Indonesia

Nasi adalah bahan makanan pokok bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia modern, dan pertanian padi menempati posisi utama dalam kebudayaan Indonesia. Tanaman padi liar sudah ada di Indonesia sejak 3000 SM. Bukti awal dari pertanian padi didapatkan dari prasasti abad ke-8 di Jawa yang menyebutkan raja menerapkan pajak dalam bentuk padi. Pembagian kerja antara laki-laki, perempuan, dan hewan ternak dalam pertanian padi di Indonesia, seperti ditemui dalam ukiran relief candi Prambanan, Jawa Tengah yang berasal dari abad ke-9. Dalam relief tersebut menceritakan bajak sawah diikatkan pada kerbau; perempuan menanam benih dan menumbuk padi, serta laki-laki mengangkut padi hasil panen dengan pikulan di pundaknya. Pada abad ke-16, bangsa Eropa yang mengunjungi kepulauan Indonesia memandang nasi sebagai makanan bergengsi yang disajikan oleh kaum aristokrat dan ningrat saat upacara dan perayaan pesta.

“Tidak makan, kalau belum makan nasi.” Hampir setiap orang di Indonesia mengatakan hal yang serupa dengan kalimat tersebut. Kita tahu bahwa nasi merupakan makanan pokok di Indonesia, sehingga wajar saja apabila konsumsi beras di Indonesia merupakan tertinggi di dunia, bahkan melebihi batas rata-rata konsumsi dunia yang membatasi 60 kg/orang/tahun. Menurut Pertanian Siswono, Penduduk Indonesia mengkonsumsi beras rata-rata 139 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan negara-negara terdekat kita, yaitu Malaysia yang hanya mengkonsumi beras 80 kg/orang/tahun, Thailand 90 kg/orang/tahun dan Jepang 60 kg/orang/tahun. Belum lagi jumlah tersebut diakumulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 200 juta jiwa lebih.



Swasembada Beras Tahun 1984

Pada tahun tersebut, Presiden RI kedua menggalakkan program “Swasembada Beras” bagi penduduk Indonesia. Soeharto, menjadikan sektor agraria sebagai sektor tumpuan terhadap perekonomian Indonesia pada saat itu. Tentu saja, hal ini memberi dampak positif terhadap peran beras atau nasi sebagai bahan pangan pokok indonesia, serta bagi masyarakat dengan mencukupkan kebutuhan pangan mereka dengan program ini.

Berbagai aturan diberlakukan untuk menunjang program “Swasembada Beras” ini. Antara lain melalui program intensifikasi massal, bimbingan massal untuk meningkatkan produksi pertanian. Para petani diberikan penyuluhan mengenai teknik penanaman hingga pemanenan dengan benar. Langkah ini bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada petani agar target swasembada dapat tercapai.

Selain itu, pemerintah memberikan bibit unggul padi kepada petani. Teknologi tanam juga diterapkan sehingga jika secara tradisional sawah-sawah biasanya hanya menghasilkan satu kali panen dalam setahun, maka setelah revolusi itu pun diterapkan, panen padi bisa berlangsung dua hingga tiga kali dalam setahun.

Sistem pengairan juga diperbaiki dengan membuat irigasi ke sawah-sawah sehingga banyak sawah yang semula hanya mengandalkan air hujan, kini bisa ditanami pada musim kemarau dengan memanfaatkan sistem pengairan.

Pemerintah juga publikasi agar tujuan swasembada beras ini dapat tercapai. Salah satunya pemerintah membuat program radio dan televisi juga sejumlah media cetak menyediakan halaman khusus untuk koran masuk desa dengan muatan materi siaran yang khas pedesaan, dengan tujuan membimbing petani.

Keberhasilan ini telah membuat Edouard Saouma, Direktur Jenderal FAO pada waktu itu, mengundang Presiden Soeharto untuk bicara pada forum dunia pada tanggal 14 November 1985. Organisasi pangan dan pertanian PBB itu, meminta Soeharto untuk berbicara tentang pengalaman Indonesia dalam upaya menaikan tingkat produktivitas dengan mencapai tingkat berswasembada pangan tersebut. Soeharto menyatakan, bahwa negara-ngara maju mempunyai tanggungjawab dan kemampuan untuk memberi kesempatan kepada negara-ngara yang sedang membangun untuk ikut maju dan sejahtera dalam menggalakkan pembangunan ekonomi dunia yang lebih adil dan merata.



Budidaya Tanaman Padi Dilihat dari Aspek Geografis

Budidaya tanaman padi sangat cocok di Indonesia, hal ini dikarenakan kondisi geografis yang mendukung tanaman ini. Tanaman padi cocok tumbuh di daerah yang mengandung banyak air, lembab, dan suhu udara yang hangat. Air merupakan komponen/media pendukung yang penting bagi pertumbuhan tanaman padi karena tanaman padi cocok ditanam di tempat yang basah/lembab. Di Indonesia terdapat musim penghujan yang membawa debit air, sehingga tanaman padi cocok ditanam di saat musim penghujan.

Dari segi iklim, Indonesia termasuk ke dalam iklim tropis yang membuat suhu udara tinggi. Akan tetapi Indonesia memiliki tingkat kelembaban tinggi yang menyebabkan suhu udaranya menjadi hangat. Suhu udara hangat merupakan suhu udara yang cocok untuk budidaya tanaman padi. Selain itu kondisi tanah di Indonesia termasuk ke dalam kategori subur karena di Indonesia terdapat banyak gunung berapi yang masih aktif. Gunung berapi tersebut di setiap erupsinya mengeluarkan lahar, abu, dsb yang dapat menyuburkan tanah.



Perbandingan Nasi dengan Makanan Pokok Lainnya

Indonesia adalah negara yang kaya akan etnik, budaya, ras, dan agama. Maka itu, tak mengherankan bila banyak sekali perbedaan antara suatu daerah dan daerah lainnya.Begitu pula dengan makanan yang dikonsumsi, setiap provinsi atau sebuah pulau biasanya memiliki makanan pokok tersendiri.

Selain nasi, makanan pokok Indonesia yang lain adalah sagu dan jagung yang biasanya dapat ditemui di wilayah bagian timur Indonesia, seperti Irian Jaya yang dominan dengan sagunya dan Sulawesi yang dominan dengan makanan menggunakan jagung. Berikut keterangan kandungan gizi tiga makanan pokok masyarakat Indonesia:

1. Nasi
Nasi adalah beras yang telah direbus dan ditanak. Selain dikonsumsi masyarakat Indonesia, nasi juga dimakan sebagian besar penduduk Asia sebagai sumber karbohidrat utama dalam menu sehari-hari. Nasi sebagai makanan pokok biasanya dihidangkan bersama lauk sebagai pelengkap rasa dan juga melengkapi kebutuhan gizi seseorang. Nasi dapat diolah lagi bersama bahan makanan lain menjadi masakan baru, seperti pada nasi goreng, nasi kuning atau nasi kebuli. Nasi bisa dikatakan makanan pokok bagi masyarakat di Asia, khususnya Asia Tenggara.

2. Sagu
Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung, singkong, kentang, dan tepung terigu. Sagu dapat dijadikan pangan potensial sumber karbohidrat karena kandungannya cukup tinggi, yaitu 84,7 gram per 100 gram bahan. Namun, sayangnya, sagu termasuk bahan pangan yang sangat miskin akan protein. Kandungan protein tepung sagu hanya 0,7 g/100 g, jauh lebih rendah daripada tepung beras, jagung, dan terigu. Jika ditinjau dari kadar vitamin dan mineral pun, sagu memiliki kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya.
Karena potensi gizi sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, sagu harus dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain yang lebih baik kadar gizinya. Konsep diversifikasi konsumsi pangan seperti itulah yang telah dipraktikkan oleh masyarakat tradisional Maluku dan Papua. Mereka mengombinasikan sagu dengan ikan (sebagai sumber protein) dan berbagai sayuran (sebagai sumber vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan).

3. Jagung
Walaupun di masa lalu sebagian masyarakat kita menggunakan jagung sebagai bahan pangan pokok, kini lebih banyak digolongkan sebagai sayur, camilan, dan diolah menjadi lauk. Bila dilihat lebih saksama, nilai gizi jagung tidak kalah dari nasi. Dalam 100 gram beras terkandung energi sebesar 360 kalori atau setara dengan energi pada jagung. Kandungan karbohidrat jagung sebagian besar juga terdiri atas pati sehingga dapat mengenyangkan.

Selain ketiga makanan pokok itu, sebenarnya ada beberapa makanan lain yang dinilai berpotensi menjadi pilihan sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia yakni kentang, papeda, umbi garut, talas, singkong, beras meras, soun dan bihum, roti gandum, serta mi.






“Tidak Makan, kalau Belum Makan Nasi” 


Vera Pipin Wulandari – “Karena faktor kebiasaan. Dari kecil orangtua kita selalu kasih kita nasi buat makan. Jadi lama-lama biasa. Kalo belum makan nasi, kayak belum makan. Coba dulu orangtua kita kasih makan singkong buat kita, pasti sekarang kalo belum makan singkong, kayak belum makan.”


Ardiyani Sawitri Dewi – “Kalo makan nasi itu ngenyangin (mengenyangkan), beda kayak kalo cuma makan bakso, mie atau roti. Jadi rasanya belum makan kalo belum makan nasi.”


Astik Widya Arista – “Nasi itu energinya lebih banyak dibanding roti ato yang lainnya. Makan nasi jadi bikin nggak cepet laper. Apalagi waktu kuliah, kan kita butuh energi banyak. Kalo enggak makan nasi nanti dikelas perutnya krucuk-krucuk.”


Chubna Nurul Fuadiyah – “Kebiasaan sih. Kalo aku sendiri enggak terlalu ya, kalo udah makan ya udah. Tapi ini minoritas. Mayoritasnya sih orang kalo belum makan nasi belum kenyang.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar